Jumat, 27 Februari 2015

RISALAH MATA KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN SELAMA SATU SEMERTER



RISALAH MATA KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
 SELAMA SATU SEMERTER


Disusun Oleh :


IIN INDAH NOVITASARI
NIM : 1472004

Dosen Pembimbing:
                                                    Syamsyul Arifin, S.Pd, M.Si.



SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI
WIDYA DHARMA MALANG
Program Studi : MANAJEMEN (S1) & AKUNTANSI (S1)
Jalan Mayor Damar 167 Telepon (0341) 823388 Faximile 0341-824019 Turen
Kabupaten Malang

KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat-Nya sehingga saya sebagai penulis dapat menyelesaikan makalah Risalah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Selama Satu Semester ini dengan baik.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas softskill mata kuliah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan yang bertujuan agar pembaca dapat mengetahui arti pentingnya Ilmu Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Semoga dengan disusunnya makalah sebagai mahasiswa/i Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi dapat lebih memahami tentang hal yang berkaitan dengan Pendidikan Pancasila di Indonesia.
Saya sebagai penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan yang telah membagi ilmu dan informasi serta berbagai pihak yang telah membantu memberikan informasi dalam proses penyusunan makalah ini. Terima kasih juga saya ucapkan juga kepada para pembaca, kritik dan saran anda saya tunggu agar membuat makalah ini menjadi lebih baik lagi.



Turen, 14 Febuari 2015
Iin Indah Novitasari

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DALAM KONTEKS PENDIDIKAN NASIONAL
PENDAHULUAN

Pendidikan kewarganegaraan adalah pendidikan yang mengingatkan kita akan pentingnya nilai-nilai hak dan kewajinan suatu warga negara agar setiap hal yang di kerjakan sesuai dengan tujuan dan cita-cita bangsa dan tidak melenceng dari apa yang di harapkan. Karena di nilai penting, pendidikan ini sudah di terapkan sejak usia dini di setiap jejang pendidikan mulai dari yang paling dini hingga pada perguruan tinggi agar menghasikan penerus –penerus bangsa yang berompeten dan siap menjalankan hidup berbangsa dan bernegara.

( UU No. 20/2003)
“Penjelasan Pasal 37 Ayat (1) UU RI No.20 Tahun 2003:
“Pendidikan kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air”

VISI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DI PERGURUAN TINGGI
(Menurut SKep Dirjen Dikti No. 38/DIKTI/Kep./2002 )
Sumber nilai  dan pedoman  penyelenggaraan program studi dalam mengantarkan mahasiswa, untuk mengembangkan kepribadiannya selaku warganegara yang berperan aktif menegakkan demokrasi menuju masyarakat madani.

MISI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DI PERGURUAN TINGGI
( Menurut SKep Dirjen Dikti No. 38/DIKTI/Kep./2002 )
Membantu mahasiswa selaku warganegara, agar mampu :
Mewujudkan nilai-nilai dasar perjuangan bangsa Indonesia
Mewujudkan kesadaran berbangsa dan bernegara
Menerapkan ilmunya secara bertanggung jawab terhadap kemanusiaan.

TUJUAN
Tujuan utama pendidikan kewarganegaraan adalah untuk menumbuhkan wawasan dan kesadaran bernegara, sikap serta perilaku yang cinta tanah air dan bersendikan kebudayaan bangsa, wawasan nusantara, serta ketahanan nasional dalam diri para calon-calon penerus bangsa yang sedang dan mengkaji dan akan menguasai imu pengetahuaan dan teknologi serta seni.
Selain itu juga bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia indonesia yang berbudi luhur, berkepribadian, mandiri, maju, tangguh, profesional, bertanggung  jawab, dan produktif serta sehat jasmani dan rohani.
Pendidikan kewarganegaraan yang berhasil akan membuahkan sikap mental yang cerdas, penuh rasa tanggung jawab dari peserta didik. Sikap ini disertai perilaku yang:
Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha esa serta menghayati nilai-nilai falsafah bangsa.
Berbudi pekerti luhur, berdisiplin dalam masnyarakat berbangsa dan bernegara.
Rasional, dinamis, dan sabar akan hak dan kewajiban warga negara. Bersifat profesional yang dijiwai oleh kesadaran bela negara. Aktif memanfaatkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni untuk kepentingan kemanusiaan, bangsa dan negara. Melalui pendidikan Kewarganegaraan , warga negara Republik indonesia diharapkan mampu “memahami”, menganalisa, dan menjawab masalah-masalah yang di hadapi oleh masyarakat , bangsa dan negaranya secra konsisten dan berkesinambungan dalam cita-cita dan tujuan nasional seperti yang di gariskan dalam pembukaan UUD 1945.

PANCASILA
Pengertian Etimologis
Bahasa Sangsakerta
Panca=5,
Syila  = Dasar/Alas/Sendi aturan tingkah laku yang baik/ penting.

Pengertian Historis
Tri Pitaka Budha lima aturan berupa larangan:
1.      Dilarang membunuh
2.      Dilarang mencuri
3.      Dilarang berzina
4.      Dilarang berdusta
5.      Dilarang minum miras
Negara Kertagama (MPu Prapanca)
Majapahit & Sutasoma
Mpu Tantular
(Lima batu sendi kesusilaan berupa larangan = Tindak kekerasan, mencuri, berhati dengki,berdusta,minum miras)
Kalangan masy Jawa:
“ma-lima” berupa lima pantangan:
1)      Mateni
2)      Maling
3)      Main
4)      Madon
5)      Madat.

Pengertian Terminologis
Digunakan untuk memberi nama dasar negara.
Prosesnya :
ü  Pengusulan ( Sukarno, sidang BPUPKI 1 Juni 1945)
ü  Perumusan (Panitia 9 BPUPKI  22 Juni 45 dalam Piagam Jakarta)
ü  Penetapan ( PPKI, 18 Agst 45, dalam Pembukaan UUD 45
ü  Peresmian ( MPRS, 5 Juli 1966, dalam Tap MPRS No. XX/MPRS/66)

ISI ARTI PANCASILA
Abstrak Umum Universal
Isi arti yang tidak terbatas ruang,waktu,keadaan,situasi,kondisi maupun jumlah.
Menunjuk pada makna esensial: Tuhan, manusia,satu,rakyat, adil

UMUM KOLEKTIF
Wujud pelaksanaan secara kongkret dalam hidup kenegaraan Indonesia. Mrpkn pedoman normatif dalam perundangan.
Ex. Sila 1: Pembukaan UUD45 Al 4, Psl 29 ayat 2.
Sila 2:Ps 27,28

KHUSUS SINGULAR DAN KONGKRIT
Wujud pelaksanaan secara kongkret dalam hidup kenegaraan Indonesia. Mrpkn pedoman normatif dalam perundangan.
Ex. Sila 1: Pembukaan UUD45 Al 4, Psl 29 ayat 2. Sila 2:Ps 27,28

PENGERTIAN PANCASILA
Beberapa pengertian Pancasila yang dikemukakan oleh para ahli :
v  Muhammad Yamin, Pancasila berasal dari kata Panca yang berarti lima dan Sila yang berarti sendi, atas, dasar atau peraturan tingkah laku yang penting dan baik.  Dengan demikian Pancasila merupakan lima dasar yang berisi pedoman  atau  aturan tentang tingkah laku yang penting dan baik.
v  Ir. Soekarno, Pancasila adalah isi jiwa bangsa Indonesia yang turun-temurun sekian abad lamanya terpendam bisu oleh kebudayaan Barat. Dengan demikian, Pancasila tidak saja falsafah negara, tetapi lebih luas lagi, yakni falsafah bangsa  Indonesia.
v  Notonegoro, Pancasila adalah Dasar Falsafah Negara Indonesia. Berdasarkan pengertian ini dapat disimpulkan Pancasila pada hakikatnya merupakan dasar falsafah dan  Ideologi negara yang diharapkan menjadi pendangan hidup bangsa Indonesia sebagai dasar pemersatu, lambang persatuan dan kesatuan serta sebagai pertahanan bangsa dan negara Indonesia.
Berdasarkan Terminologi, Pada 1 juni 1945, dalam sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan kemerdekaan Indonesia (BPUKI), Pancasila yang memiliki arti lima asas dasar digunakan oleh Presiden Soekarno untuk memberi nama pada lima prinsip dasar negara Indonesia yang diusulkannya.

ASAL MULA PANCASILA
Langsung
( proses terjadinya Pancasila sbg dasar filsafat Negara, sesudah & menjelang Proklamasi)
Tak Langsung
(asal mula sebelum Proklamasi )
                  
Teori Negara Pancasila
Unsur Negara

Pemerintahan dalam arti sempit adalah semua aktivitas, fungsi, tugas dan kewajiban yang dijalankan oleh lembaga untuk mencapai tujuan negara. Pemerintah dalam arti luas adalah semua aktivitas yang terorganisasi yang bersumber pada kedaulatan dan kemerdekaan, berlandaskan pada dasar negara, rakyat, atau penduduk dan wilayah negara itu demi tercapainya tujuan negara. Pemerintahan juga dapat didefinisikan dari segi struktural fungsional sebagai sebuah sistem struktur dan organisasi dari berbagai dari berbagai macam fungsi yang dilaksanakan atas dasar-dasar tertentu untuk mencapai tujuan negara.
C.F Strong mendefinisikan pemerintahan dalam arti luas sebagai segala aktivitas badan-badan publik yang meliputi kegiatan legislatif, eksekutif, dan yudikatif dalam usaha mencapai tujuan negara. Sedangkan pemerintahan dalam arti sempit adalah segala kegiatan badan-badan publik yang hanya meliputi kekuasaan eksekutif.

Rakyat/Masyarakat
Masyarakat adalah suatu kelompok manusia yang telah memiliki tatanan kehidupan, norma-norma, adat istiadat yang sama-sama ditaati dalam lingkungannya.
 Masyarakat dalam arti luas adalah keseluruhan hubungan dalam hidup bersama dan tidak dibatasi oleh lingkungan, bangsa dan sebagainya. Sedangkan dalam arti sempit, masyarakat adalah sekelompok manusia yang dibatasi oleh aspek-aspek tertentu, misalnya teritorial, bangsa, golongan dan lain sebagainya

Wilayah
Wilayah adalah tempat dimana menetapnya rakyat dan merupakan tempat penyelenggaraan pemerintahanNegara.
Penyelenggaraan pemerintahan Negara meliputi:
1. Wilayah darat.
Wilayah yang meliputi segala sesuatu yang tampak dipermukaan bumi, misalnya seperti rawa, sungai, gunung, lembah. Mengenai batas wilayah daratan suatu Negara ditentukan dengan perjanjian antar Negara yang wilayahnya berbatasan. Macam-macam perbatasan Negara bisa berupa: perbatasan alam, perbatasan ilmu pasti, perbatasan buatan.
2. Wilayah Laut.
Wilayah suatu Negara yang disebut lautan atau perairan territorial.
Pada umumnya batas lautan territorial dihitung dari pantai pada saat air surut. Laut di luar perairan territorial disebut lautan bebas (mere liberium).

Terdapat dua pandangan dalam sejarah hokum laut international:
1. Res Nuilis adalah laut tidak ada yang memilikinya oleh sebab itu laut bisa diambil serta dimiliki tiap Negara.
2. Res Communis adalah laut milik bersama masyarakat dunia oleh sebab itu tidak bisa diambil dan dimiliki oleh suatu Negara.

Menurut traktat multilateral yang diselenggarakan tahun 1982 di montego Bay Jamaika batas lautan ditentukan berdasarkan sebagai berikut:
- Ketentuan Batas laut territorial Negara adalah 12 mil laut diukur dari garis lurus yang ditarik sari pantai luar.
- Ketentuan Batas zone bersebelahan adalah 12 mil atau 24 mil di luar territorial.
- Ketentuan Batas Zone Ekonomi Eksklusif atau yang disingkat ZEE adalah laut diukur dari pantai sejauh 2000 mil.
- Landasan kontingen/ Landasa benua, batas diluar wilayah laut territorial hingga kedalaman 200 meter, atau diluar batas itu sampai dimana kedalaman perairan yang melekat memperkenenkan ekploitasi sumber daya alam wilayah hingga jarak 2000 mil nautika dari garis dasar laut territorial.

3. Wilayah Udara.

Merupakan daerah udara yang berada di atas daerah Negara di permukaan bumi baik di atas wilayah perairan maupun diatas wilayah daratan.
Negara Pancasila
Paham Negara Kesatuan : Kesatuan bangsa, pulau, golongan dan budaya.
Paham Negara Kebangsaan : Persekutuan hidup sosial masyarakat Indonesia
Paham Negara Integralistik : Mengatasi semua gol, tidak memihak dan melindungi

SILA PANCASILA
1.      Ketuhanan yang maha esa
2.      Kemanusiaan yang adil dan beradab
3.      Persatuan indonesia
4.      Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
5.      Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia
KETUHANAN YANG MAHA ESA
Ø  Mengandung arti adanya kausa prima yaitu Tuhan Yang Maha Esa.
Ø  Menjamin penduduk untuk memeluk agama masing-masing.
Ø  Tidak memaksa warga negara.
Ø  Bertoleransi dalam beragama.
Ø  Pemerintah memberi fasilisator bagi tumbuh kembangnya agama.


KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB
·         Menempatkan manusia sesuai dengan hakekat bagi makluk Tuhan
·         Menjunjung tinggi kemerdekaan sebagai hak segala bangsa
·         Mewujudkan keadilan dan peradaban yang lemah

PERSATUAN INDONESIA
§  Nasionalime
§  Cinta bangsa dan tanah air
§  Menggalang persatuan dan kesatuan bangsa
§  Menumbuhkan rasa senasib sepenanggungan

KERAKYATAN YANG DIPIMPIN OLEH HIKMAT KEBIJAKSANAAN DALAM PERMUSYAWARATAN/PERWAKILAN
v  Hakekat ini adalah demokrasi. Dalam artian umum yaitu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat
v  Permusyawaratan, artinya mengusahakan putusan bersama secara bulat, baru sesudah itu diadakan tindakan bersama.
v  Dalam melaksanakan keputusan diperlukan kejujuran bersama.


KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA
ü  Kemakmuran bagi rakyat dalam arti dinamis dan meningkat
ü  Seluruh kekayaan alam dan sebagainya dipergunakan bagi kebahagiaan bersama menurut potensi masing - masing
ü  Melindungi yang lemah agar kelompok warga masyarakat dapat bekerja sesuai dengan bidangnya

BENTUK SUSUNAN PANCASILA
( Kesatuan Majemuk Tunggal Bersifat Organis )
1.      Masing-masing sila tidak terpisahkan satu sama lain dalam hal kesatuannya
2.      Masing-masing sila mempunyai kedudukan dan fungsi sendiri-sendiri
3.      Masing-masing sila berbeda namun tidak bertentangan
4.      Masing-masing sila atau bagian saling melengkapi
5.      Masing-masing sila atau bagian tidak boleh dilepas-pisahkan satu sama lain
6.      Masing-masing sila atau bagian bersatu untuk terwujud keseluruhan, dan keseluruhan membina bagian-bagian
7.      Kesatuan organis dari kemajemukan akan menghidupkan  kedudukan dan fungsi-fungsi sila dalam satu kesatuan yang utuh

FUNGSI SILA
Fundamen Moral Negara (FMN) menjiwai Fundamen Politik Negara (FPN)
þ  Sila satu sebagai moral Negara
þ  Sila kedua sebagai moral Negara
þ  Sila ketiga sebagai dasar Negara
þ  Sila keempat sebagai system Negara
þ  Sila kelima sebagai tujuan Negara

Pemahaman pengertian Pancasila yang telah dijelaskan sebelumnya, memberi pengertian bahwa Pancasila merupakan “sistem” nilai bangsa dan negara Indonesia.

Sistem
Suatu keseluruhan yang terdiri dari aneka bagian yg bersama-sama merupakan satu kesatuan, satu keseluruhan yang bagian-bagiannya mempunyai Hubungan Satu dengan lainnya: tiap bagian merupakan tatarakit yang teratur.
Tata rakit ini adalah sesuai, selaras dengan tata rakit keseluruhan.
DEFINISI WARGANEGARA MENURUT UUD 1945 DALAM PASAL 26
Menurut UUD 1945 pasal 26 yang dikatakan menjadi warga negara
adalah sebagai berikut :
(1) Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara.
(2) Penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia.
(3) Hal-hal mengenai warga negara dan penduduk diatur dengan undang-undang.
Jelas dikatakan yang menjadi warganegara menurut UUD 1945 yang dijelaskan didalam pasal 26 ayat (1) bahwa yang menjadi warganegara adalah orang orang bangsa indonesia asli dan orang orang bangsa lain yang disahkan dengan UU.



Kewarganegaraan
Warga Negara adalah penduduk sebuah negara atau bangsa berdasarkan keturunan, tempat kelahiran, dan sebagainya, yang mempunyai kewajiban dan hak penuh sebagai warga negara itu. Memiliki domisili atau tempat tinggal tetap di suatu wilayah negara, yang dapat dibedakan menjadi warga negara asli dan warga Negara asing (WNA).

Menurut pasal 26 ayat (2) UUD 1945,
Ü  Penduduk adalah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia.
Ü  Bukan Penduduk, adalah orang-orang asing yang tinggal dalam negara bersifat sementara sesuai dengan visa.

Istilah Kewarganegaraan (citizenship) memiliki arti keanggotaan yang menunjukkan hubungan atau ikatan antara negara dengan warga negara, atau segala hal yang berhubungan dengan warga negara.
Pengertian kewarganegaraan dapat dibedakan dalam arti :
1) Yuridis dan Sosiologis.
2) Formil dan Materiil.

Waganegara adalah orang-orang yang menurut hukum atau secara resmi merupakan anggota resmi dari suatu Negara tertentu atau dengan kata lain warganegara adalah warga suatu Negara yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan.

1.     Pengertian penduduk
Penduduk adalah oraang-orang yang bertempat tinggal atau berdomisili di dalam wilayah suatu Negara.
2.     Perbedaan warganegara dengan penduduk
Warganegara:
Ð Merupakan anggota dari suatu Negara yang bersifat resmi/ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan,dan warga Negara sudah pasti merupakan anggota Negara tersebut.
Penduduk:
Ð Merupakan orang-orang yang berdomisili di wilayah Negara tertentu,dan penduduk belum tentu merupakan anggota dari suatu Negara,karena ada sebagian penduduk yang merupakan orang asing/warganegara asing.
3.     Pengertian asas ius soli dalam kewarganegaraan
Asas ius soli adalah asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan Negara tempat kelahiran.
4.     Pengertian asas ius sanguinis dalam kewarganegaraaan
Asas ius saguinis adalah asas yang menentukan kewarganegaran seseorang berdasarkan keturunan,bukan berdasarkan Negara tempat kelahiran.
5.     Contoh penerapan asas ius soli
Misalkan ada seseorang anak yang lahir di wilayah Negara republik Indonesia,dan di Indonesia berlaku asas ius soli,maka anak tersebut secara otomatis menjadi WNI,karena lahir di indonesia.
6.     Contoh penerapan asas ius saguinis
Misalkan ada seseorang anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah dan ibu WNI,dan Indonesia memakai asas ius sanguinis,maka anak tersebut menjadi WNI,karena ikut kewarganegaraan orang tuanya.
6.      Pengertian status kewarganegaraan apatride
Status kewarganegaran apatride adalah keadaan dimana seseorang tidak mempunyai kewarganegaraan,atau keadaan dimana seseorang tidak menjadi warganegara salah Satu Negara manapun.
8.     Pengertian status kewarganegaraan bipatride
Status kewarganegaraan bipatride adalah suatu keadaandimana seseorang mempunyai kewarganegaraan ganda(mempunyai 2 kewarganegaraan).
9.       Pengertian asas publikasi dalam kewarganegaraan
Asas publikasi/publisitas adalah asas yang menentukan bahwa seseorang yang memperoleh atau kehilangan kewarganegaraan republik indonesia diumumkan dalam berita Negara republik Indonesia agar masyarakat mengetahuinya.
10.   Asas kebenaran substantive dalam kewarganegaraaan
Asas kebenaran substantif adalah asas yang menentukan bahwa prosedur pewarganegaraan seseorang tidak hanya bersifat administratif,tetapi juga disertai substansi dan syarat-syarat permohonan yang dapat dipertanggungjawabkan kebenaranya. Jadi jika seseorang ingin menjadi warganegara Indonesia,maka orang tersebut harus melengkapi syarat-syarat yang bersifat substantif, tidak hanya syarat yang bersifat administratif saja.
11.   Cara memperoleh kewarganegaraan di Indonesia
Kewarganegaraan di Indonesia dapat diperoleh melalui beberapa cara,yaitu;
-kelahiran, -pemberian,dan
-pewarganegaraan, -ikut ayah atau ibunya
-perkawinan,
Artinya,jika seseorang ingin menjadi warga Negara Indonesia,harus melalui cara-cara diatas.
12.   Cara memperoleh kewarganegaraan melalui pewarganegaraan di Indonesia                  
Cara memperoleh kewarganegaraan Indonesia dengan cara pewarganegaraan yaitu dengan cara melakukan permohonan pewarganegaraan yang diajukan oleh pemohon yang sudah memenuhi syarat-syarat tertentu secara tertulis dalam bahasa Indonesia diatas kertas bermaterai kepada presiden RI melalui menteri.Menteri meneruskan permohonan dengan pertimbangan kepada presiden dalam waktu paling lambat 3 bulan. Selanjutnya Presiden mengabulkan atau menolak permohonan kewarganegaraan.
13.  Cara kehilangan kewarganegaraan di Indonesia
Kewarganegaraan seorang warga Negara Indonesia bisa hilang jika yang bersangkutan;
1.     Memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauan sendiri,
2.     Tidak menolak atau tidak melepas kewarganegaraan lain,sedangkan yang bersangkutan mendapat kesempatan untuk itu,
3.     Dinyatakan hilang kewarganegaraannya oleh presiden atas permohonannya sendiri,
4.     masuk dalam dinas tentara asing tanpa izin terlabih dahulu dari presiden,
5.     secara sukarela masuk dalam dinas Negara asing,yang jabatan seperti itu di Indonesia hanya dapat dijabat oleh warga Negara Indonesia,
6.     Secara sukarela mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada Negara asing atau bagian dari Negara asing tersebut,
7.     Tidak diwajibkan tetapi turut serta dalam pemilihan sesuatu yang bersifat ketatanegaraan untuk suatu Negara asing,
8.     Mempunyai paspor atau surat yang bersifat paspor dari Negara asing,
9.     Bertempat tinggal diluar wilayah Negara republik Indonesia selama 5 tahun terus-menerus bukan dalam rangka dinas Negara,dan tanpa alasan yang sah.
Kewarganegaraan Indonesia juga bisa hilang dalam hal;perempuan maupun laki-laki WNI yang kawin dengan WNA,dan sesuai dengan hukum asal Negara asing tersebut,WNI diatas harus ikut kewarganegaraan istri/suaminya (pindah kewarganegaraan)

Sistem Pemerintahan Indonesia 1945 - 1959

Indonesia kini telah berusia 70 tahun pada Agustus 2015, tentunya dalam perkembangannya Indonesia telah mengalami banyak perubahan baik secara konstitusi maupun sistem pemerintahan. Untuk pembahasan kali ini penulis akan membahas mengenai sistem pemerintahan Indonesia pada masa Demokrasi Liberal 1945 – 1959. Seperti yang kita ketahui Demokrasi liberal (atau demokrasi konstitusional) adalah sistem politik yang melindungi secara konstitusional hak-hak individu dari kekuasaan pemerintah. Dalam demokrasi liberal, keputusan keputusan mayoritas (dari proses perwakilan atau langsung) diberlakukan pada sebagian besar bidang-bidang kebijakan pemerintah yang tunduk pada pembatasan-pembatasan agar keputusan pemerintah tidak melanggar kemerdekaan dan hak-hak individu seperti tercantum dalam konstitusi.
Pada masa 1945 – 1959 merupakan awal dari berdirinya berbagai institusi perwakilan rakyat seperti Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang merupakan representasi atau perwakilan dari rakyat. Sehingga DPR dipandang perlu untuk menjadi fungsi legalitas terhadap kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. Dalam demokrasi liberal juga diharapkan menegakkan hak – hak individu, namun dalam implementasinya kebijakan yang diwujudkan oleh pemerintah seringkali bersinggungan dengan hak individu rakyat.
Dalam paper kali ini penulis juga akan membahas kesesuaian sistem pemerintah pada era 1945 – 1959 antara konsep dan pelaksanaannya pada era tersebut. Namun sebelum itu penulis akan membahas secara umum mengenai sistem pemerintahan .

Pengertian Sistem Pemerintahan

Istilah sistem pemerintahan berasal dari gabungan dua kata sistem danpemerintahan. Kata sistem merupakan terjemahan dari kata system(bahasa Inggris) yang berarti susunan, tatanan, jaringan, atau cara.
Sedangkan Pemerintahan berasal dari kata pemerintah, yang
berasal dari kata perintah. Dan dalam Kamus Bahasa Indonesia, kata-kata itu berarti:
Ä  Perintah adalah perkataan yang bermakna menyuruh melakukan sesuatu.
Ä  Pemerintah adalah kekuasaan yang memerintah suatu wilayah, daerah dan Negara.
Ä  Pemerintahan adalaha perbuatan, cara, hal, urusan dalam memerintah.
Maka dalam arti yang luas, pemerintahan adalah perbuatan memerintah yang dilakukan oleh badan-badan legislatif, eksekutif, dan yudikatif di suatu Negara dalam rangka mencapai tujuan penyelenggaraan negara.
Dalam arti yang sempit, pemerintaha adalah perbuatan memerintah yang dilakukan oleh badan eksekutif beserta jajarannya dalam rangka mencapai tujuan penyelenggaraan negara.




Sistem pemerintahan diartikan
Sebagai suatu tatanan utuh yang terdiri atas berbagai komponen pemerintahan yang bekerja saling bergantungan dan memengaruhi dalam mencapaian tujuan dan fungsi pemerintahan.
Tujuan pemerintahan negara pada umumnya didasarkan pada cita-cita atau tujuan negara. Misalnya, tujuan pemerintahan negara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertibandunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Sistem Pemerintahan 1945 – 1959

Selanjutnya pembahasan mengenai sistem pemerintahan 1945 – 1959 akan dibagi kedalam tiga periode yakni: 1945 – 1949 , 1949 – 1950 , dan 1950 – 1959. Pembagian ini dimaksudkan untuk memperjelas perubahan yang terjadi pada tiap periode .
Pada awal deklarasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 , Indonesia menjalankan sistem presidensial yang merujuk pada UUD 1945 yang menyatakan bahwa Presiden memiliki kekuasaan tertinggi dalam pemerintahan. Namun pada tanggal 23 Agustus 1945 , Belanda dan negara sekutu mendarat di Indonesia. Adapun negara selain Belanda bermaksud untuk mengamankan Indonesia pasca penetapan kemerdekaannya . Namun lain halnya dengan Belanda, ia kembali ke Indonesia dengan maksud untuk kembali menguasai Indonesia. Tentunya hal ini merupakan tantangan bagi deklarator kita Soekarno untuk mempertahankan Indonesia dan wilayah – wilayah yang telah disepakati sebagai bagian dari Indonesia.Untuk itu dibutuhkan jalan perundingan dengan pihak Belanda untuk mengakui Indonesia sebagai negara merdeka. Namun Jenderal Van Mook yang memimpin perundingan dengan Indonesia atas dasar pidato
Ratu Wilhemnia tidak dapat dilakukan , karena Soekarno identik dengan Jepang. Maka berdasarkan pertimbangan tersebut dibentuklah kabinet semi-presidensil (semi-parlementer) peristiwa ini merupakan perubahan sistem pemerintahan agar dianggap lebih demokratis dan didasarkan pada usul BP – KNIP yang ditetapkan tanggal 14 November 1945. Hal ini dimaksudkan untuk membuka jalan perundingan antara kedua belah pihak , dengan demikian Sutan Syahrir diangkat sebagai perdana menteri yang memimpin pemerintahan Indonesia dan juga sebagai perwakilan dalam perundingan dengan pihak Belanda.
Pada masa kabinet parlementer ini Sutan Sjahrir mengambil banyak peran terutama melakukan diplomasi dengan pihak Belanda untuk mengakui Indonesia sebagai negara merdeka. Adapun pada periode ini sistem pemerintahan dinilai tidak stabil, karena terjadi penguasaan terhadap wewenang kepada Perdana Menteri . Sehingga terjadi tiga kali pergantian perdana menteri, yakni : Sutan Sjahrir , Amir Syarifuddin , dan Muhammad Hatta.
Pada periode ini juga terjadi berbagai perjanjian antara Indonesia dan Belanda untuk pengakuan dari Belanda terhadap Indonesia. Bahkan Belanda melakukan dua kali agresi ke Indonesia yang menyebabkan berbagai perang di beberapa wilayah. Dan akhirnya pada tanggal 27 Desember 1949 di Istana Dam, Amsterdam .
Untuk periode ini , Indonesia menjalankan sistem pemerintahan semi-parlementer karena kondisi tersebut yang tidak memungkinkan untuk menjalankan sepenuhnya , dan tentunya dipengaruhi faktor politik yakni untuk membuka jalan diplomasi dengan pihak Belanda. Selain itu pada periode ini dibentuk KNIP yang merupakan lembaga yang menjadi cikal bakal DPR yang berfungsi sebagai badan legislatif . Hal ini sesuai dengan Pasal 4 Aturan Peralihan dalam UUD 1945 dan maklumat

Wakil Presiden Nomor X pada tanggal 16 Oktober 1945, yang memutuskan bahwa KNIP diserahi kekuasaan legislatif, karena MPR dan DPR belum terbentuk.

II. Periode 1949 – 1950
Pada periode ini sistem pemerintahan Indonesia masih menggunakan sistem pemerintahan parlementer yang merupakan lanjutan dari periode sebelumnya (1945-1949). Sistem ini menganut sistem multi-partai. Hal ini didasarkan pada konstitusi RIS yang menetapkan sistem parlementer kabinet semu (quasy parlementary) sebagai sistem pemerintahan RIS.
Perlu diketahui bahwa sistem pemerintahan yang dianut pada masakonstitusi RIS bukanlah kabinet parlementer murni karena dalam sistem parlementer murni, parlemen mempunyai kedudukan yang sangat menentukan terhadap kekuasaan pemerintah. Diadakannya perubahan bentuk negara kesatuan RI menjadi negara serikat ini adalah merupakan konsekuensi sebagai diterimanya hasil Konferensi Meja Bundar (KMB). Perubahan ini dituangkan dalam
Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS). Hal ini karena adanya campur tangan dari PBB yang memfasilitasinya.

Wujud dari campur tangan PBB tersebut adanya konfrensi KMB yaitu :
µ  Indonesia merupakan Negara bagian RIS
µ  Indonesia RIS yang di maksud Sumatera dan Jawa
µ  Wilayah diperkecil dan Indonesia di dalamnya
µ  RIS mempunyai kedudukan yang sama dengan Belanda
µ  Indonesia adalah bagian dari RIS yang meliputi Jawa, Sumatera dan Indonesia Timur.

Dalam RIS ada point-point sebagai berikut :
1.      Pemerintah berhak atas kekuasaan TJ atau UU Darurat
2.      UU Darurat mempunyai kekuatan atas UU Federasi
Berdasarkan Konstitusi RIS yang menganut sistem pemerintahan parlementer ini, badan legislatif RIS dibagi menjadi dua bagian yakni:
Senat dan Dewan Perwakilan Rakyat. Oleh karena itu pada periode ini Indonesia tetap menganut sistem parlementer namun bentuk pemerintahan dan bentuk negaranya merupakan federasi yaitu negara yang didalamnya terdiri dari negara-negara bagian yang masing masing negara bagian memiliki kedaulatan sendiri untuk mengurus urusan dalam negerinya.

III. Periode 1950 – 1959
Periode ini (1950-1959) merupakan periode dimana presiden Soekarno memerintah menggunakan konstitusi Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia 1950, pemberlakukan peraturan pada periode ini berlangsung dari 17 Agustus 1950 sampai 5 Juli 1959. Masa ini merupakan masa berakhirnya Negara Indonesia yang federalis. Landasannya adalah UUD 1950 pengganti konstitusi RIS 1949. Sistempemerintahan yang dianut adalah parlementer kabinet dengan demokrasi liberal yang masih bersifat semu.
Adapun ciri-cirinya antara lain:
a. Presiden dan wakil presiden tidak dapat diganggu gugat.
b. Menteri bertanggung jawab atas kebijakan pemerintahan.
c. Presiden berhak membubarkan DPR.d. Perdana menteri diangkat oleh Presiden.

Diawali dari tanggal 15 Agustus 1950, Undang-Undang Dasar Sementara Negara Kesatuan Republik Indonesia (UUDS NKRI, UU No. 7/1850, LN No. 56/1950) disetujui oleh DPR dan Senat RIS. Pada tanggal yang sama pula, DPR dan Senat RIS mengadakan rapat di mana dibacakan piagam pernyataan terbentuknya NKRI yang bertujuan:
1. Pembubaran secara resmi negara RIS yang berbentuk federasi;
2. Pembentukan NKRI yang meliputi seluruh daerah Indonesia dengan
UUDS yang mulai berlaku pada tanggal 17 Agustus 1950.
UUDS ini merupakan adopsi dari UUD RIS yang mengalami sedikit perubahan, terutama yang berkaitan dengan perubahan bentuk negara dari negara serikat ke negara kesatuan.
Setelah peralihan dari Republik Indonesia Serikat (RIS) menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Indonesia mulai menganut sistem demokrasi liberal dimana dalam sistem ini pemerintahan berbentuk parlementer sehingga perdana menteri langsung bertanggung jawab kepada parlemen (DPR) yang terdiri dari kekuatan-kekuatan partai. Anggota DPR berjumlah 232 orang yang terdiri dari: Masyumi (49 kursi), PNI (36 kursi), PSI (17 kursi), PKI (13 kursi), Partai Katholik (9 kursi), Partai Kristen (5 kursi), dan Murba (4 kursi), sedangkan sisa kursi dibagikan kepada partai-partai atau perorangan, yang tak satupun dari mereka mendapat lebih dari 17 kursi. Adapun kabinet yang telah dibentuk pada periode ini (1950 – 1959) antara lain:
• 1950-1951 - Kabinet Natsir
• 1951-1952 - Kabinet Sukiman-Suwirjo
• 1952-1953 - Kabinet Wilopo
• 1953-1955 - Kabinet Ali Sastroamidjojo I
• 1955-1956 - Kabinet Burhanuddin Harahap
• 1956-1957 - Kabinet Ali Sastroamidjojo II
• 1957-1959 - Kabinet Djuanda
Dari segi sudut pandang analis pemerintahan sistem ini tentunya tidak dapat menopang untuk pemerintahan yang kuat, tetapi umumnya diyakini bahwa struktur kepartaian tersebut akan disederhanakan apabila pemilihan umum dilaksanakan. Setelah pembentukan NKRI diadakanlah berbagai usaha untuk menyusun Undang-Undang Dasar baru dengan membentuk Lembaga Konstituante.
Lembaga Konstituanteadalah lembaga yang diserahi tugas untuk membentuk UUD baru. Konstituante diserahi tugas membuat undang-undang dasar yang baru sesuai amanat UUDS 1950. Namun sampai tahun 1959 badan ini belum juga bisa membuat konstitusi baru. Maka Presiden Soekarno menyampaikan konsepsi tentang Demokrasi Terpimpin pada DPR hasil pemilu yang berisi ide untuk kembali pada UUD 1945.
Akhirnya setelah negara RI dengan UUDS 1950 dan sistem Demokrasi Liberal yang berlangsung selama 9 tahun, rakyat Indonesia merasa bahwa UUDS 1950 dengan sistem Demokrasi Liberal tidak cocok, karena tidak sesuai dengan jiwa Pancasila dan UUD 1945. Disamping itu, Presiden menganggap bahwa keadaan ketatanegaraan Indonesia membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa dan negara serta merintangi pembangunan semesta berencana untuk mencapai masyarakat adil dan makmur; sehingga pada tanggal 5 Juli 1959 mengumumkan dekrit mengenai pembubaran Konstituante dan berlakunya kembali UUD 1945 serta tidak berlakunya UUDS 1950.
Dekrit Presiden 5 Juli 1959 merupakan dekrit yang mengakhiri masa parlementer dan digunakan kembalinya UUD 1945. Masa sesudah ini lazim disebut masa Demokrasi Terpimpin. Dekrit presiden 5 Juli menyatakan bahwa:
1. Kembali berlakunya UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi UUDS 1950
2. Pembubaran Konstituante
3. Pembentukan MPRS dan DPAS

Tentunya setelah memahami sistem pemerintahan Indonesia dari 1945 – 1959 dapat disimpulkan Indonesia menjalankan sistem pemerintahan parlementer sejak 14 November 1945 , hal ini dikarenakan persoalan politik antara Indonesia dan Belanda dan didasarkan pada pertimbangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Namun dalam perkembangannya walaupun Indonesia menjalankan sistem Parlementer namun dalam penerapannya sistem tersebut masih dijalankan setengah-hati atau bisa dibilang sebagai sistem semi-parlementer. Hal ini dapat dilihat dari penerapan selama 15 tahun
dalam sistem pemerintahan Indonesia.
Dapat kita lihat pada periode I (1945 – 1949) , perdana menteri diangkat hanya untuk menggantikan posisi presiden selaku perunding , sedangkan kebijakan – kebijakan masih dipengaruhi oleh Presiden.
Kemudian pada periode II (1949 – 1950) merupakan periode pembentukan RIS (Republik Indonesia Serikat) yang merupakan negara federasi yang didasarkan pada KMB (Konferensi Meja Bundar). Pada periode ini sistem pemerintahan masih menjalankan parlementer namun dengan kabinet semu, sehingga fungsi – fungsi kekuasaan perdana
menteri selaku pimpinan tertinggi tidak dilaksanakan dengan maksimal.
Namun karena berbentuk RIS maka pada periode II ini , pemerintahan
terbagi atas dua yakni: Senat dan DPR-RIS. Dan kemudian pada periode III (1950 – 1959) merupakan periode yang masih menjalankan sistem parlementer namun sudah mulai menjalankan.
Parlementer kabinet secara penuh, namun karena merupakan masa peralihan (kembali) dari RIS 1949 ke UUDS 1950 maka terjadi instabilitas politik di parlemen (DPR). Instabilitas ini disebabkan oleh sistem demokrasi liberal yang menjadikan perdana menteri merupakan pimpinan terhadap dewan perwakilan rakyat (DPR) , sehingga bila perdana menteri diganti maka DPR akan ikut dirombak. Sehingga anggota DPR mengikuti peimpinnya (perdana menteri).
Namun pada akhirnya sistem yang diberlakukan pada periode III ini yakni UUDS 1950 tidak menemukan solusi yang tepat untuk bangsa, maka Presiden mengeluarkan Dekrit 5 Juli 1959 yang menetapkan kembali UUD 1945 sebagai dasar negara.

Trias Politica
Trias Politia merupakan konsep pemerintahan yang kini banyak dianut diberbagai negara di aneka belahan dunia. Konsep dasarnya adalah kekuasaan di suatu negara tidak boleh dilimpahkan pada satu struktur kekuasaan politik melainkan harus terpisah di lembaga-lembaga negara yang berbeda.

Trias Politika yang kini banyak diterapkan adalah, pemisahan kekuasaan kepada 3 lembaga berbeda: Legislatif, Eksekutif, dan Yudikatif. Legislatif adalah lembaga untuk membuat undang-undang; Eksekutif adalah lembaga yang melaksanakan undang-undang; dan Yudikatif adalah lembaga yang mengawasi jalannya pemerintahan dan negara secara keseluruhan, menginterpretasikan undang-undang jika ada sengketa, serta menjatuhkan sanksi bagi lembaga ataupun perseorangan manapun yang melanggar undang-undang.

Dengan terpisahnya tiga kewenangan di tiga lembaga yang berbeda tersebut, diharapkan jalannya pemerintahan negara tidak timpang, terhindar dari korupsi pemerintahan oleh satu lembaga, dan akan memunculkan mekanisme check and balances (saling koreksi, saling mengimbangi). Kendatipun demikian, jalannya Trias Politika di tiap negara tidak selamanya serupa, mulus atau tanpa halangan.

Sejarah Trias Politika

Pada masa lalu, bumi dihuni masyarakat pemburu primitif yang biasanya mengidentifikasi diri sebagai suku. Masing-masing suku dipimpin oleh seorang kepala suku yang biasanya didasarkan atas garis keturunan ataupun kekuatan fisik atau nonfisik yang dimiliki. Kepala suku ini memutuskan seluruh perkara yang ada di suku tersebut.
Pada perkembangannya, suku-suku kemudian memiliki sebuah dewan yang diisi oleh para tetua masyarakat. Contoh dari dewan ini yang paling kentara adalah pada dewan-dewan Kota Athena (Yunani). Dewan ini sudah menampakkan 3 kekuasaan Trias Politika yaitu kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Bahkan di Romawi Kuno, sudah ada perwakilan daerah yang disebut Senat, lembaga yang mewakili aspirasi daerah-daerah. Kesamaan dengan Indonesia sekarang adalah Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
Namun, keberadaan kekuasaan yang terpisah, misalnya di tingkat dewan kota tersebut mengalami pasang surut. Tantangan yang terbesar adalah persaingan dengan kekuasaan monarki atau tirani. Monarki atau Tirani adalah kekuasaan absolut yang berada di tangan satu orang raja. Tidak ada kekuasaan yang terpisah di keduanya.
Pada abad Pertengahan (kira-kira tahun 1000 – 1500 M), kekuasaan politik menjadi persengketaan antara Monarki (raja/ratu), pimpinan gereja, dan kaum bangsawan. Kerap kali Eropa kala itu, dilanda perang saudara akibat sengketa kekuasaan antara tiga kekuatan politik ini.
Sebagai koreksi atas ketidakstabilan politik ini, pada tahun 1500 M mulai muncul semangat baru di kalangan intelektual Eropa untuk mengkaji ulang filsafat politik yang berupa melakukan pemisahan kekuasaan. Tokoh-tokoh seperti John Locke, Montesquieu, Rousseau, Thomas Hobbes, merupakan contoh dari intelektual Eropa yang melakukan kaji ulang seputar bagaimana kekuasaan di suatu negara/kerajaan harus diberlakukan.

Untuk keperluan mata kuliah ini, cukup akan diberikan gambaran mengenai 2 pemikiran intelektual Eropa yang berpengaruh atas konsep Trias Politika. Pertama adalah John Locke yang berasal dari Inggris, sementara yang kedua adalah Montesquieu, dari Perancis.

John Locke (1632-1704)

Pemikiran John Locke mengenai Trias Politika ada di dalam Magnum Opus (karya besar) yang ia tulis dan berjudul Two Treatises of Government yang terbit tahun 1690. Dalam karyanya tersebut, Locke menyebut bahwa fitrah dasar manusia adalah “bekerja (mengubah alam dengan keringat sendiri)” dan “memiliki milik (property)." Oleh sebab itu, negara yang baik harus dapat melindungi manusia yang bekerja dan juga melindungi milik setiap orang yang diperoleh berdasarkan hasil pekerjaannya tersebut. Mengapa Locke menulis sedemikian pentingnya masalah kerja ini ?

Dalam masa ketika Locke hidup, milik setiap orang, utamanya bangsawan, berada dalam posisi yang rentan ketika diperhadapkan dengan raja. Kerap kali raja secara sewenang-wenang melakuka akuisisi atas milik para bangsawan dengan dalih beraneka ragam. Sebab itu, kerap kali kalangan bangsawan mengadakan perang dengan raja akibat persengkataan milik ini, misalnya peternakan, tanah, maupun kastil.

Negara ada dengan tujuan utama melindungi milik pribadi dari serangan individu lain, demikian tujuan negara versi Locke. Untuk memenuhi tujuan tersebut, perlu adanya kekuasaan terpisah, kekuasaan yang tidak melulu di tangan seorang raja/ratu. Menurut Locke, kekuasaan yang harus dipisah tersebut adalah Legislatif, Eksekutif dan Federatif.

Kekuasaan Legislatif adalah kekuasaan untuk membuat undang-undang. Hal penting yang harus dibuat di dalam undang-undang adalah bahwa masyarakat ingin menikmati miliknya secara damai. Untuk situasi ‘damai’ tersebut perlu terbit undang-undang yang mengaturnya. Namun, bagi John Locke, masyarakat yang dimaksudkannya bukanlah masyarakat secara umum melainkan kaum bangsawan. Rakyat jelata tidak masuk ke dalam kategori stuktur masyarakat yang dibela olehnya. Perwakilan rakyat versi Locke adalah perwakilan kaum bangsawan untuk berhadapan dengan raja/ratu Inggris.
Eksekutif adalah kekuasaan untuk melaksanakan amanat undang-undang. Dalam hal ini kekuasaan Eksekutif berada di tangan raja/ratu Inggris. Kaum bangsawan tidak melaksanakan sendiri undang-undang yang mereka buat, melainkan diserahkan ke tangan raja/ratu.
Federatif adalah kekuasaan menjalin hubungan dengan negara-negara atau kerajaan-kerajaan lain. Kekuasaan ini mirip dengan Departemen Luar Negara di masa kini. Kekuasaan ini antara lain untuk membangun liga perang, aliansi politik luar negeri, menyatakan perang dan damai, pengangkatan duta besar, dan sejenisnya. Kekuasaan ini oleh sebab alasan kepraktisan, diserahkan kepada raja/ratu Inggris.
Dari pemikiran politik John Locke dapat ditarik satu simpulan, bahwa dari 3 kekuasaan yang dipisah, 2 berada di tangan raja/ratu dan 1 berada di tangan kaum bangsawan. Pemikiran Locke ini belum sepenuhnya sesuai dengan pengertian Trias Politika di masa kini. Pemikiran Locke kemudian disempurnakan oleh rekan Perancisnya, Montesquieu.


Montesquieu (1689-1755)

Montesquieu (nama aslinya Baron Secondat de Montesquieu) mengajukan pemikiran politiknya setelah membaca karya John Locke. Buah pemikirannya termuat di dalam magnum opusnya, Spirits of the Laws, yang terbit tahun 1748.
Sehubungan dengan konsep pemisahan kekuasaan, Montesquieu menulis sebagai berikut : “Dalam tiap pemerintahan ada tiga macam kekuasaan: kekuasaan legislatif; kekuasaan eksekutif, mengenai hal-hal yang berkenan dengan dengan hukum antara bangsa; dan kekuasan yudikatif yang mengenai hal-hal yang bergantung pada hukum sipil. Dengan kekuasaan pertama, penguasa atau magistrat mengeluarkan hukum yang telah dikeluarkan. Dengan kekuasaan kedua, ia membuat damai atau perang, mengutus atau menerima duta, menetapkan keamanan umum dan mempersiapkan untuk melawan invasi. Dengan kekuasaan ketiga, ia menghukum penjahat, atau memutuskan pertikaian antar individu-individu. Yang akhir ini kita sebut kekuasaan yudikatif, yang lain kekuasaan eksekutif negara.

Dengan demikian, konsep Trias Politika yang banyak diacu oleh negara-negara di dunia saat ini adalah Konsep yang berasal dari pemikir Perancis ini. Namun, konsep Trias Politika ini terus mengalami persaingan dengan konsep-konsep kekuasaan lain semisal Kekuasaan Dinasti (Arab Saudi), Wilayatul Faqih (Iran), Diktatur Proletariat (Korea Utara, Cina, Kuba).

Fungsi-fungsi Kekuasaan Legislatif

Legislatif adalah struktur politik yang fungsinya membuat undang-undang. Di masa kini, lembaga tersebut disebut dengan Dewan Perwakilan Rakyat (Indonesia), House of Representative (Amerika Serikat), ataupun House of Common (Inggris). Lembaga-lembaga ini dipilih melalui mekanisme pemilihan umum yang diadakan secara periodik dan berasal dari partai-partai politik.

Melalui apa yang dapat kami ikhtisarkan dari karya Michael G. Roskin, et.al, termaktub beberapa fungsi dari kekuasaan legislatif sebagai berikut : Lawmaking, Constituency Work, Supervision and Critism Government, Education, dan Representation.

Lawmaking adalah fungsi membuat undang-undang. Di Indonesia, undang-undang yang dikenal adalah Undang-undang Ketenagakerjaan, Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-undang Guru Dosen, Undang-undang Penanaman Modal, dan sebagainya. Undang-undang ini dibuat oleh DPR setelah memperhatikan masukan dari level masyarakat.

Constituency Work adalah fungsi badan legislatif untuk bekerja bagi para pemilihnya. Seorang anggota DPR/legislatif biasanya mewakili antara 100.000 s/d 400.000 orang di Indnesia. Tentu saja, orang yang terpilih tersebut mengemban amanat yang sedemikian besar dari sedemikian banyak orang. Sebab itu, penting bagi seorang anggota DPR untuk melaksanakan amanat, yang harus ia suarakan di setiap kesempatan saat ia bekerja sebagai anggota dewan.

Supervision and Criticism Government, berarti fungsi legislatif untuk mengawasi jalannya pelaksanaan undang-undang oleh presiden/perdana menteri, dan segera mengkritiknya jika terjadi ketidaksesuaian. Dalam menjalankan fungsi ini, DPR melakukannya melalui acara dengar pendapat, interpelasi, angket, maupun mengeluarkan mosi kepada presiden/perdana menteri.

Education, adalah fungsi DPR untuk memberikan pendidikan politik yang baik kepada masyarakat. Anggota DPR harus memberi contoh bahwa mereka adalah sekadar wakil rakyat yang harus menjaga amanat dari para pemilihnya. Mereka harus selalu memberi pemahaman kepada masyarakat mengenai bagaimana cara melaksanakan kehidupan bernegara yang baik. Sebab, hampir setiap saat media massa meliput tindak-tanduk mereka, baik melalui layar televisi, surat kabar, ataupun internet.

Representation, merupakan fungsi dari anggota legislatif untuk mewakili pemilih. Seperti telah disebutkan, di Indonesia, seorang anggota dewan dipilih oleh sekitar 300.000 orang pemilih. Nah, ke-300.000 orang tersebut harus ia wakili kepentingannya di dalam konteks negara. Ini didasarkan oleh konsep demokrasi perwakilan. Tidak bisa kita bayangkan jika konsep demokrasi langsung yang diterapkan, gedung DPR akan penuh sesak dengan 300.000 orang yang datang setiap hari ke Senayan. Bisa-bisa hancur gedung itu. Masalah yang muncul adalah, anggota dewan ini masih banyak yang kurang peka terhadap kepentingan para pemilihnya. Ini bisa kita lihat dari masih banyaknya demonstrasi-demonstrasi yang muncul di aneka isu politik.

Fungsi-fungsi Kekuasaan Eksekutif

Eksekutif adalah kekuasaaan untuk melaksanakan undang-undang yang dibuat oleh Legislatif. Fungsi-fungsi kekuasaan eksekutif ini garis besarnya adalah : Chief of state, Head of government, Party chief, Commander in chief, Chief diplomat, Dispenser of appointments, dan Chief legislators.

Eksekutif di era modern negara biasanya diduduki oleh Presiden atau Perdana Menteri. Chief of State artinya kepala negara, jadi seorang Presiden atau Perdana Menteri merupakan kepada suatu negara, simbol suatu negara. Apapun tindakan seorang Presiden atau Perdana Menteri, berarti tindakan dari negara yang bersangkutan. Fungsi sebagai kepala negara ini misalnya dibuktikan dengan memimpin upacara, peresmian suatu kegiatan, penerimaan duta besar, penyelesaian konflik, dan sejenisnya.

Head of Government, artinya adalah kepala pemerintahan. Presiden atau Perdana Menteri yang melakukan kegiatan eksekutif sehari-hari. Misalnya mengangkat menteri-menteri, menjalin perjanjian dengan negara lain, terlibat dalam keanggotaan suatu lembaga internasional, menandatangi surat hutang dan pembayarannya dari lembaga donor, dan sejenisnya. Di dalam tiap negara, terkadang terjadi pemisahaan fungsi antara kepala negara dengan kepala pemerintahan. Di Inggris, kepala negara dipegang oleh Ratu Inggris, demikian pula di Jepang. Di kedua negara tersebut kepala pemerintahan dipegang oleh Perdana Menteri. Di Indonesia ataupun Amerika Serikat, kepala negara dan kepala pemerintahan dipegang oleh Presiden.

Party Chief berarti seorang kepala eksekutif sekaligus juga merupakan kepala dari suatu partai yang menang pemilu. Fungsi sebagai ketua partai ini lebih mengemuka di suatu negara yang menganut sistem pemerintahan parlementer. Di dalam sistem parlementer, kepala pemerintahan dipegang oleh perdana menteri yang berasal dari partai yang menang pemilu. Namun, di negara yang menganut sistem pemerintahan presidensil terkadang tidak berlaku kaku demikian. Di masa pemerintahan Gus Dur (di Indonesia) menunjukkan hal tersebut.

Gus Dur berasal dari partai yang hanya memenangkan 9% suara di Pemilu 1999, tetapi ia menjadi presiden. Selain itu, di sistem pemerintahan parlementer, terdapat hubungan yang sangat kuat antara eksekutif dan legislatif oleh sebab seorang eksekutif dipilih dari komposisi hasil suara partai dalam pemilu. Di sistem presidensil, pemilu untuk memilih anggota dewan dan untuk memilih presiden terpisah.

Commander in Chief adalah fungsi mengepalai angkatan bersenjata. Presiden atau perdana menteri adalah pimpinan tertinggi angkatan bersenjata. Seorang presiden atau perdana menteri, meskipun tidak memiliki latar belakang militer memiliki peran ini. Namun, terkadang terdapat pergesekan dengan pihak militer jika yang menjadi presiden ataupun perdana menteri adalah orang bukan kalangan militer. Sekali lagi, ini pernah terjadi di era Gus Dur, di mana banyak instruksi-instruksinya kepada pihak militer tidak digubris pihak yang terakhir, terutama di masa kerusuhan sektarian (agama) yang banyak terjadi di masa pemerintahannya.

Chief Diplomat, merupakan fungsi eksekutif untuk mengepalai duta-duta besar yang tersebar di perwakilan negara di seluruh dunia. Dalam pemikiran trias politika John Locke, termaktub kekuasaan federatif, kekuasaan untuk menjalin hubungan dengan negara lain. Demikian pula di konteks aplikasi kekuasaan eksekutif saat ini. Eksekutif adalah pihak yang mengangkat duta besar untuk beroperasi di negara sahabat, juga menerima duta besar dari negara lain.

Dispensen Appointment merupakan fungsi eksekutif untuk menandatangani perjanjian dengan negara lain atau lembaga internasional. Dalam fungsi ini, penandatangan dilakukan oleh presiden, menteri luar negeri, ataupun anggota-anggota kabinet yang lain, yang diangkat oleh presiden atau perdana menteri.

Chief Legislation, adalah fungsi eksekutif untuk mempromosikan diterbitkannya suatu undang-undang. Meskipun kekuasaan membuat undang-undang berada di tangan DPR, tetapi di dalam sistem tata negara dimungkinkan lembaga eksekutif mempromosikan diterbitkannya suatu undang-undang oleh sebab tantangan riil dalam implementasi suatu undang-undang banyak ditemui oleh pihak yang sehari-hari melaksanakan undang-undang tersebut.

Fungsi-fungsi Kekuasaan Yudikatif

Kekuasaan Yudikatif berwenang menafsirkan isi undang-undang maupun memberi sanksi atas setiap pelanggaran atasnya. Fungsi-fungsi Yudikatif yang bisa dispesifikasikan kedalam daftar masalah hukum berikut: Criminal law (petty offense, misdemeanor, felonies); Civil law (perkawinan, perceraian, warisan, perawatan anak); Constitution law (masalah seputar penafsiran kontitusi); Administrative law (hukum yang mengatur administrasi negara); International law (perjanjian internasional).

Criminal Law, penyelesaiannya biasanya dipegang oleh pengadilan pidana yang di Indonesia sifatnya berjenjang, dari Pengadilan Negeri (tingkat kabupaten), Pengadilan Tinggi (tingkat provinsi, dan Mahkamah Agung (tingkat nasional). Civil law juga biasanya diselesaikan di Pengadilan Negeri, tetapi khusus umat Islam biasanya dipegang oleh Pengadilan Agama.

Constitution Law, kini penyelesaiannya ditempati oleh Mahkamah Konstitusi. Jika individu, kelompok, lembaga-lembaga negara mempersoalkan suatu undang-undang atau keputusan, upaya penyelesaian sengketanya dilakukan di Mahkamah Konstitusi.

Administrative Law, penyelesaiannya dilakukan di Pengadilan Tata Usaha Negara, biasanya kasus-kasus sengketa tanah, sertifikasi, dan sejenisnya.

International Law, tidak diselesaikan oleh badan yudikatif di bawah kendali suatu negara melainkan atas nama Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). 

DEMOKRASI

Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut.

Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas (independen) dan berada dalam peringkat yg sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances.

Ketiga jenis lembaga-lembaga negara tersebut adalah lembaga-lembaga pemerintah yang memiliki kewenangan untuk mewujudkan dan melaksanakan kewenangan eksekutif, lembaga-lembaga pengadilan yang berwenang menyelenggarakan kekuasaan judikatif dan lembaga-lembaga perwakilan rakyat (DPR, untuk Indonesia) yang memiliki kewenangan menjalankan kekuasaan legislatif. Di bawah sistem ini, keputusan legislatif dibuat oleh masyarakat atau oleh wakil yang wajib bekerja dan bertindak sesuai aspirasi masyarakat yang diwakilinya (konstituen) dan yang memilihnya melalui proses pemilihan umum legislatif, selain sesuai hukum dan peraturan.

Selain pemilihan umum legislatif, banyak keputusan atau hasil-hasil penting, misalnya pemilihan presiden suatu negara, diperoleh melalui pemilihan umum. Pemilihan umum tidak wajib atau tidak mesti diikuti oleh seluruh warganegara, namun oleh sebagian warga yang berhak dan secara sukarela mengikuti pemilihan umum. Sebagai tambahan, tidak semua warga negara berhak untuk memilih (mempunyai hak pilih).

Kedaulatan rakyat yang dimaksud di sini bukan dalam arti hanya kedaulatan memilih presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung, tetapi dalam arti yang lebih luas. Suatu pemilihan presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung tidak menjamin negara tersebut sebagai negara demokrasi sebab kedaulatan rakyat memilih sendiri secara langsung presiden hanyalah sedikit dari sekian banyak kedaulatan rakyat. Walapun perannya dalam sistem demokrasi tidak besar, suatu pemilihan umum sering dijuluki pesta demokrasi. Ini adalah akibat cara berpikir lama dari sebagian masyarakat yang masih terlalu tinggi meletakkan tokoh idola, bukan sistem pemerintahan yang bagus, sebagai tokoh impian ratu adil. Padahal sebaik apa pun seorang pemimpin negara, masa hidupnya akan jauh lebih pendek daripada masa hidup suatu sistem yang sudah teruji mampu membangun negara. Banyak negara demokrasi hanya memberikan hak pilih kepada warga yang telah melewati umur tertentu, misalnya umur 18 tahun, dan yang tak memliki catatan kriminal (misal, narapidana atau bekas narapidana).
Isitilah “demokrasi” berasal dari Yunani Kuno yang diutarakan di Athena kuno pada abad ke-5 SM. Negara tersebut biasanya dianggap sebagai contoh awal dari sebuah sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun, arti dari istilah ini telah berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modern telah berevolusi sejak abad ke-18, bersamaan dengan perkembangan sistem “demokrasi” di banyak negara.

Kata “demokrasi” berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini menjadi wajar, sebab demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator perkembangan politik suatu negara.
Demokrasi menempati posisi vital dalam kaitannya pembagian kekuasaan dalam suatu negara (umumnya berdasarkan konsep dan prinsip trias politica) dengan kekuasaan negara yang diperoleh dari rakyat juga harus digunakan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Prinsip semacam trias politica ini menjadi sangat penting untuk diperhitungkan ketika fakta-fakta sejarah mencatat kekuasaan pemerintah (eksekutif) yang begitu besar ternyata tidak mampu untuk membentuk masyarakat yang adil dan beradab, bahkan kekuasaan absolut pemerintah seringkali menimbulkan pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia.

Demikian pula kekuasaan berlebihan di lembaga negara yang lain, misalnya kekuasaan berlebihan dari lembaga legislatif menentukan sendiri anggaran untuk gaji dan tunjangan anggota-anggotanya tanpa mempedulikan aspirasi rakyat, tidak akan membawa kebaikan untuk rakyat. Intinya, setiap lembaga negara bukan saja harus akuntabel (accountable), tetapi harus ada mekanisme formal yang mewujudkan akuntabilitas dari setiap lembaga negara dan mekanisme ini mampu secara operasional (bukan hanya secara teori) membatasi kekuasaan lembaga negara tersebut.




Kompetensi Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)
(Suatu Paradigma Baru)
Pendidikan kewarganegaraan adalah suatu materi yang harus ajarkan mulai dari pendidikan dasar sampai kepada perguruan tinggi di Indonesia. Hal ini sesuai dengan amanat UU No. 20 / 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. PKn sebagai suatu materi pengajaran banyak mengalami perubahan seiring dengan perubahan yang terjadi dalam masyarakat dan Negara. Materi pengajaran ini lebih banyak dipengaruhi oleh perkembangan politik kenegaraan. Pada awalnya di tingkat persekolahan bernama Civics, kemudian berubah menjadi Kewarganegaraan, selanjutnya berubah menjadi Tata Negara, kemudian Pendidikan Moral Pancasila, kemudian berobah lagi dengan nama Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn). Berdasarkan kurikulum 2004 bernama Kewarganegaraan, kemudian revisi kurikulum 2004 menjadi kurikulum KBK 2006 menjadi Pendidikan Kewarganegaraan (PKn). Perkembangan tersebut mulai era Orde Baru ke Era Reformasi pada tingkat persekolahan.
Pada Tingkat universitas mata kuliah Pendidikan kewarganegaraan mengalami perubahan yang cukup berarti, yaitu berawal dari dua mata kuliah yang digabungkan, Pendidikan Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan. Pendidikan Pancasila adalah perubahan dari Filsafat Pancasila, sedangkan Pendidikan Kewarganegaraan merupakan perubahan dari mata kuliah Kewiraan. Mata kuliah Kewiraan merupakan mata kuliah yang dibina oleh Departemen Pertahanan Nasional dengan secara disiplin dosennya di latih dalam latihan Suscados Dephankam yang menjadi prasyarat untuk mengajar perkuliahan tersebut.
Setelah keluarnya UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan nasional, maka hanya ada satu mata kuliah sebagai pemgabungan dari Pendidikan Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan menjadi Pendidikan Kewarganegaraan. Silabusnya telah disusun oleh Dikti tahun 2006 dengan jumlah SKS 3.
Sesuai dengan perkembangan dalam dunia pendidikan yang berlaku dalam masyarakat dan negara maka Pendidikan Kewarganegaraan harus memiliki kompetensi sebagai berikut:
Dimensi pengetahuan kewarganegaraan (civics knowledge) yang mencakup bidang politik, hukum dan moral. Secara lebih terperinci, materi pengetahuan kewarganegaraan meliputi pengetahuan tentang prinsip-prinsip dan proses demokrasi, lembaga pemerintah dan non pemerintah, identitas nasional, pemerintahan berdasar hukum (rule of law) dan peradilan yang bebas dan tidak memihak, konstitusi, sejarah nasional, hak dan kewajiban warga negara, hak asasi manusia, hak sipil, dan hak politik.
Dimensi keterampilan kewarganegaraan (civics skills) meliputi keterampilan partisipasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, misalnya: berperan serta aktif mewujudkan masyarakat madani (civil society), keterampilan mempengaruhi dan monitoring jalannya pemerintahan, dan proses pengambilan keputusan politik, keterampilan memecahkan masalah-masalah sosial, keterampilan mengadakan koalisi, kerja sama, dan mengelola konflik.
Dimensi nilai-nilai kewarganegaraan (civics values) mencakup antara lain percaya diri, komitmen, penguasaan atas nilai religius, norma dan moral luhur, nilai keadilan, demokratis, toleransi, kebebasan individual, kebebasan berbicara, kebebasan pers, kebebasan berserikat dan berkumpul, dan perlindungan terhadap minoritas.
Pendidikan Kewarganegaraan memfokuskan pada pembentukan warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warganegara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. Oleh karenanya ruang lingkup mata pelajaran PKn meliputi aspek-aspek sebagai berikut
:
Persatuan dan Kesatuan bangsa, meliputi: Hidup rukun dalam perbedaan, Cinta lingkungan, Kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, Sumpah Pemuda, Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, Partisipasi dalam pembelaan negara, Sikap positif terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia, Keterbukaan dan jaminan keadilan
Norma, hukum dan peraturan, meliputi: Tertib dalam kehidupan keluarga, Tata tertib di sekolah, Norma yang berlaku di masyarakat, Peraturan-peraturan daerah, Norma-norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, Sistim hukum dan peradilan nasional, Hukum dan peradilan internasional
Hak asasi manusia, meliputi: Hak dan kewajiban anak, Hak dan kewajiban anggota masyarakat, Instrumen nasional dan internasional HAM, Pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM
Kebutuhan warga negara, meliputi: Hidup gotong royong, Harga diri sebagai warga masyarakat, Kebebasan berorganisasi, Kemerdekaan mengeluarkan pendapat, Menghargai keputusan bersama, Prestasi diri , Persamaan kedudukan warga Negara
.
Konstitusi Negara, meliputi: Proklamasi kemerdekaan dan konstitusi yang pertama, Konstitusi-konstitusi yang pernah digunakan di Indonesia, Hubungan dasar negara dengan konstitusi
Kekuasan dan Politik, meliputi: Pemerintahan desa dan kecamatan, Pemerintahan daerah dan otonomi, Pemerintah pusat, Demokrasi dan sistem politik, Budaya politik, Budaya demokrasi menuju masyarakat madani, Sistem pemerintahan, Pers dalam masyarakat demokrasi
Pancasila meliputi: kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara, Proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara, Pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, Pancasila sebagai ideologi terbuka
Globalisasi meliputi: Globalisasi di lingkungannya, Politik luar negeri Indonesia di era globalisasi, Dampak globalisasi, Hubungan internasional dan organisasi internasional, dan Mengevaluasi globalisasi.
EMPAT PILAR KEBANGSAAN INDONESA
Empat pilar kebangsaan, tema yang akhir-akhir ini menjadi pembicaraan hangat dalam diskusi. Empat pilar semakin mendominasi dengan semakin derasnya gelombang modernisasi yang semakin mereduksi semangat nasionalisme bangsa Indonesia dalam fantasi labirin demokrasi yang menurut saya masih banyak konflik vertikal maupun horizontal dalam masyarakat.
Terlebih dahulu kita mulai dari mengenal kata “Pilar”, pilar adalah tiang penguat/penyangga, selanjutnya saya menghubungkan dengan empat pilar kebangsaan, artinya ada empat tiang penguat / penyangga yang sama sama kuat, untuk menjaga keutuhan berkehidup kebangsaan Indonesia. Dapat saya simpulkan bahwa 4 pilar kebangsaan adalah 4 penyangga yang menjadi panutan dalam keutuhan bangsa indonesia yaitu Pancasila, Undang-Undang Dasar, Bhineka Tunggal Ika, NKRI. Empat pilar kebangsaan yang dikampanyekan untuk menumbuhkan kembali kesadaran cinta tanah air untuk seluruh rakyat Indonesia. Dalam perjalanannya 4 pilar kebangsaan yang merupakan mantra ajaib dalam membina persatuan belum di jelaskan bagaimana sampai ia menjadi begitu ampuh sebagai jurus tanpa data fakta sejarah dan perjalanannya.
Namun jika mantra ini dihadapkan kembali pada Preambule UUD’45 maka akan kita temui suatu rangkaian peristiwa sejarah sehingga membentuk tahapan filosofis NKRI.
Memaknai 4 alinea dalam Preambule UUD’45, ini merupakan rangkuman sejarah Bangsa Indonesia, Sumpah Pemuda 1928, hingga dibentuknya NKRI melalui pengesahan konstitusi UUD’45 pada 18 Agustus 1945.
  1. Alinea pertama mengutarakan tentang sikap Bangsa Indonesia yang tidak mau dijajah dan tidak akan pernah menjajah dalam bentuk apapun, kemerdekaan ialah hak segala bangsa, hal ini menjelaskan bahwa setiap Bangsa memiliki harkat dan martabat hidup yang setara. Tersirat alinea pertama menceritakan komitmen “Bhineka Tunggal Ika”. Komitmen untuk bersatu menjadi sebuah cita-cita untuk Mengangkat Harkat dan martabat agar sejajar dengan bangsa lain di dunia.
  2. Alinea kedua  menceritakan proses perjuangan dan pergerakan telah sampai pada saat yang berbahagia hingga mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan. secara tersirat menceritakan peristiwa 1 juni 1945 dimana Bangsa Indonesia Menetapkan Pancasila sebagai Dasar Indonesia.
  3. Alinea ketiga, atas berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa dan dengan didorong oleh keinginan luhur, untuk mengangkat harkat dan martabat Indonesia pun menyatakan kemerdekaan.Ini sangat jelas menceritakan peristiwa Proklamasi 17 Agustus 1945.
  4. Alinea keempat menceritakan peristiwa setelah Bangsa Indonesia merdeka yaitu didirikannya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berkedaulatan rakyat berdasarkan pancasila dan diatur dalam suatu Undang-undang Dasar, dengan sangat jelas menceritakan peristiwa Pengesahan UUD’45 dan Penetapan Ir. Sukarno dan Drs. Moh. Hatta sebagai Presiden RI dan Wakil Presiden RI oleh PPKI pada 18 Agustus 1945. Rumusan tersebut membentuk kerangka filosofis NKRI yaitu ; Sumpah Pemuda sebagai komitmen Bhineka Tunggal Ika, Pancasila Dasar Indonesia Merdeka, Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia dan UUD’45.
Ke-4 Pilar ini merupakan kandungan dari 4 peristiwa yaitu ; Peristiwa Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, Penetapan Pancasila pada 1 Juni 1945, Proklamasi 17 Agustus 1945, dan pengesahan UUD’45 pada 18 Agustus 1945, inilah kronologi terbentuknya NKRI.
  • Cara menjaga Empat Pilar Kebangsaan
Ada empat pendekatan untuk menjaga empat pilar kebangsaan yang terdiri dari Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Keempat pendekatan tersebut yaitu pendekatan kultural, edukatif, hukum, dan struktural, dibutuhkan karena saat ini pemahaman generasi muda terhadap 4 pilar kebangsaan menipis.
  1. Pendekatan kultural adalah dengan memperkenalkan lebih mendalam tentang budaya dan kearifan lokal kepada generasi muda. Hal ini dibutuhkan agar pembangunan oleh generasi muda di masa depan tetap mengedepankan norma dan budaya bangsa. Pembangunan yang tepat, harus memperhatikan potensi dan kekayaan budaya suatu daerah tanpa menghilangkan adat istiadat yang berlaku. Generasi muda saat ini adalah calon pemimpin bangsa, harus paham norma dan budaya leluhurnya. Sehingga di masa depan tidak hanya asal membangun infrasturktur modern, tetapi juga menyejahterakan masyarakat
  2. Pendekatan edukatif perlu karena saat ini sangat marak aksi kriminal yang dilakukan generasi muda, seperti tawuran, pencurian, bahkan pembunuhan. Kebanyakan aksi tersebut terjadi saat remaja berada di luar sekolah maupun di luar rumah. Oleh sebab itu perlu ada pendidikan di antara kedua lembaga ini. Di rumah kelakuannya baik, di sekolah juga baik. Namun ketika di antara dua tempat tersebut, kadang remaja berbuat hal negatif. Ini yang sangat disayangkan. Orangtua harus mencarikan wadah yang tepat bagi anaknya untuk memaknai empat pilar kebangsaan semisal lewat kegiatan di Pramuka.
  3. Pendekatan hukum adalah segala tindakan kekerasan dalam bentuk apapun harus ditindak dengan tegas, termasuk aksi tawuran remaja yang terjadi belakangan. Norma hukum harus ditegakkan agar berfungsi secara efektif sehingga menimbulkan efek jera bagi pelaku kriminal sekaligus menjadi pelajaran bagi orang lain.
  4. Pendekatan yang terakhir adalah pendekatan struktural. Keempat pilar ini perlu terus diingatkan oleh pejabat di seluruh tingkat. Mulai dari Ketua Rukun Tetangga, Rukun Warga, kepala desa, camat, lurah sampai bupati/wali kota hingga gubernur.
Salah satu solusi menjawab krisis moral yang terjadi di Indonesia adalah melalui penguatan pendidikan kewarganegaraan. Pendidikan ini memperkokoh karakter bangsa dimana warga negara dituntut lebih mandiri, tanggung jawab, dan mampu menghadapi era globalisasi melalui transmisi empat pilar.
Fungsi Pancasila adalah sebagai petunjuk aktivitas hidup di segala bidang yang dilakukan warga negara Indonesia. Kelakuan tersebut harus berlandaskan sila-sila yang terdapat di Pancasila.
Sedangkan UUD 1945 merupakan konstitusi negara yang mengatur kewenangan tugas dan hubungan antar lembaga negara. Hal ini menjiwai Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merupakan sadar segenap warga bangsa untuk mempersatukan wilayah nusantara. Semboyan Bhinneka Tunggal Ika melengkapi ketiga hal tersebut karena mengakui realitas bangsa Indonesia yang majemuk namun selalu mencita-citakan persatuan dan kesatuan.

PENUTUPAN
KESIMPULAN
Dari penjelasan diatas dapat diambil kesimpulan akan pentingnya suatu pendidikan berbangsa dan bernegara agar terciptanya keseibangan antara hak dan kewajiban bagi setiap warga negra dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara.
            Setelah kita pelajari bahwa kewarganegaraan merupakan hal penting yang harus diketahui oleh setiap warga negara. Ini dikarenakan bahwa dengan pemahaman kewarganegaraan yang baik maka kehidupan berbangsa dan bernegara akan menjadi tentram dan jelas. Dan kita sebagai warga negara yang bertanggung jawab terhadap masyarakat, bangsa dan negara hendaknya kita berusaha untuk meningkatkan pengamalan prinsip serta nilai-nilai luhur bangsa terutama memahami manusia yang pada dasarnya memiliki harkat dan martabat yang sama sebagai mahluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, agar tercipta suatu keadilan dalam kehidupan bernegara

KRITIK DAN SARAN

Demikian makalah yang saya buat, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca. Apabila ada saran dan kritik yang ingin di sampaikan, silahkan sampaikan kepada saya.

Apabila ada terdapat kesalahan mohon dapat mema'afkan dan memakluminya, karena saya adalah hamba Allah yang tak luput dari salah khilaf, Alfa dan lupa.

Terima Kasih
Wabillah Taufik Walhidayah
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, H. Abu, dkk. 1994.Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan,Solo:TigaSerangkai.
Arifin Firmansyah., dkk. 2005.Pendidikan Kewarganegaraan Edisi Revisi. Jakarta: Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KPHN).
Bkg for education. 2006.Pendidikan Kewarganegaraan untuk  Perguruan Tinggi. Jakarta:Erlangga. Budiyanto.2003.Dasar-Dasar Ilmu Tata Negara. Jakarta: Erlangga.
C.S.T. Kansil. 2005.Sistem Pemerintahan Indonesia edisi revisi. Jakarata: BumiAksara.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar