RISALAH MATA
KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
SELAMA SATU
SEMERTER
Disusun Oleh :
IIN
INDAH NOVITASARI
NIM : 1472004
Dosen Pembimbing:
Syamsyul
Arifin, S.Pd, M.Si.
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI
WIDYA DHARMA MALANG
Program Studi : MANAJEMEN (S1) & AKUNTANSI (S1)
Jalan Mayor Damar 167 Telepon (0341) 823388 Faximile
0341-824019 Turen
Kabupaten Malang
KATA PENGANTAR
Segala
puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat-Nya
sehingga saya sebagai penulis dapat menyelesaikan makalah Risalah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Selama Satu Semester ini
dengan baik.
Makalah ini disusun untuk
memenuhi tugas softskill mata kuliah Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan yang bertujuan agar
pembaca dapat mengetahui arti pentingnya
Ilmu Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.
Semoga dengan disusunnya makalah
sebagai mahasiswa/i Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi dapat lebih memahami tentang
hal yang berkaitan dengan Pendidikan
Pancasila di Indonesia.
Saya sebagai penulis mengucapkan terima kasih kepada
dosen mata kuliah Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan yang telah membagi
ilmu dan informasi serta berbagai pihak yang telah membantu memberikan
informasi dalam proses penyusunan makalah
ini. Terima kasih juga saya ucapkan juga kepada para pembaca, kritik dan saran
anda saya tunggu agar membuat makalah
ini menjadi lebih baik lagi.
Turen, 14 Febuari 2015
Iin Indah Novitasari
PENDIDIKAN
KEWARGANEGARAAN DALAM KONTEKS PENDIDIKAN NASIONAL
PENDAHULUAN
Pendidikan kewarganegaraan adalah pendidikan yang
mengingatkan kita akan pentingnya nilai-nilai hak dan kewajinan suatu warga
negara agar setiap hal yang di kerjakan sesuai dengan tujuan dan cita-cita
bangsa dan tidak melenceng dari apa yang di harapkan. Karena di nilai penting,
pendidikan ini sudah di terapkan sejak usia dini di setiap jejang pendidikan
mulai dari yang paling dini hingga pada perguruan tinggi agar menghasikan
penerus –penerus bangsa yang berompeten dan siap menjalankan hidup berbangsa dan
bernegara.
( UU No. 20/2003)
“Penjelasan Pasal 37 Ayat (1) UU RI No.20 Tahun 2003:
“Pendidikan kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk peserta
didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air”
VISI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DI PERGURUAN TINGGI
(Menurut SKep Dirjen Dikti No. 38/DIKTI/Kep./2002 )
(Menurut SKep Dirjen Dikti No. 38/DIKTI/Kep./2002 )
Sumber
nilai dan pedoman penyelenggaraan program
studi dalam mengantarkan mahasiswa,
untuk mengembangkan kepribadiannya selaku warganegara
yang berperan aktif menegakkan
demokrasi menuju masyarakat
madani.
MISI PENDIDIKAN
KEWARGANEGARAAN DI PERGURUAN
TINGGI
( Menurut SKep Dirjen Dikti No. 38/DIKTI/Kep./2002 )
( Menurut SKep Dirjen Dikti No. 38/DIKTI/Kep./2002 )
Membantu mahasiswa selaku warganegara, agar mampu :
Mewujudkan
nilai-nilai dasar perjuangan bangsa
Indonesia
Mewujudkan
kesadaran berbangsa dan bernegara
Menerapkan
ilmunya secara bertanggung jawab terhadap
kemanusiaan.
TUJUAN
Tujuan utama pendidikan kewarganegaraan adalah
untuk menumbuhkan wawasan dan kesadaran bernegara, sikap serta perilaku yang
cinta tanah air dan bersendikan kebudayaan bangsa, wawasan nusantara, serta
ketahanan nasional dalam diri para calon-calon penerus bangsa yang sedang dan
mengkaji dan akan menguasai imu pengetahuaan dan teknologi serta seni.
Selain itu juga bertujuan untuk meningkatkan
kualitas manusia indonesia yang berbudi luhur, berkepribadian, mandiri, maju,
tangguh, profesional, bertanggung jawab, dan produktif serta sehat
jasmani dan rohani.
Pendidikan kewarganegaraan yang berhasil akan
membuahkan sikap mental yang cerdas, penuh rasa tanggung jawab dari peserta
didik. Sikap ini disertai perilaku yang:
Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha esa
serta menghayati nilai-nilai falsafah bangsa.
Berbudi pekerti luhur, berdisiplin dalam
masnyarakat berbangsa dan bernegara.
Rasional, dinamis, dan sabar akan hak dan kewajiban
warga negara. Bersifat profesional yang dijiwai oleh kesadaran bela negara. Aktif
memanfaatkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni untuk kepentingan
kemanusiaan, bangsa dan negara. Melalui pendidikan Kewarganegaraan , warga
negara Republik indonesia diharapkan mampu “memahami”, menganalisa, dan menjawab
masalah-masalah yang di hadapi oleh masyarakat , bangsa dan negaranya secra
konsisten dan berkesinambungan dalam cita-cita dan tujuan nasional seperti yang
di gariskan dalam pembukaan UUD 1945.
PANCASILA
Pengertian Etimologis
Bahasa Sangsakerta
Panca=5,
Syila = Dasar/Alas/Sendi aturan
tingkah laku yang baik/ penting.
Pengertian Historis
Tri Pitaka Budha lima aturan berupa
larangan:
1.
Dilarang membunuh
2.
Dilarang mencuri
3.
Dilarang berzina
4.
Dilarang berdusta
5.
Dilarang minum miras
Negara Kertagama (MPu Prapanca)
Majapahit & Sutasoma
Mpu Tantular
(Lima batu sendi kesusilaan berupa
larangan = Tindak kekerasan, mencuri, berhati dengki,berdusta,minum
miras)
Kalangan
masy Jawa:
“ma-lima” berupa lima pantangan:
1) Mateni
2) Maling
3) Main
4) Madon
5) Madat.
Pengertian Terminologis
Digunakan untuk memberi nama dasar negara.
Prosesnya :
ü Pengusulan ( Sukarno, sidang BPUPKI 1 Juni 1945)
ü Perumusan (Panitia 9 BPUPKI
22 Juni 45 dalam Piagam Jakarta)
ü Penetapan ( PPKI, 18 Agst 45, dalam Pembukaan UUD 45
ü Peresmian ( MPRS, 5 Juli 1966, dalam Tap MPRS No. XX/MPRS/66)
ISI
ARTI PANCASILA
Abstrak Umum Universal
Isi arti yang tidak terbatas ruang,waktu,keadaan,situasi,kondisi
maupun jumlah.
Menunjuk pada makna esensial: Tuhan, manusia,satu,rakyat, adil
UMUM
KOLEKTIF
Wujud pelaksanaan secara kongkret dalam hidup kenegaraan Indonesia.
Mrpkn pedoman normatif dalam perundangan.
Ex. Sila 1: Pembukaan UUD45 Al 4, Psl 29 ayat 2.
Sila 2:Ps 27,28
KHUSUS SINGULAR DAN KONGKRIT
Wujud pelaksanaan secara kongkret dalam hidup kenegaraan Indonesia.
Mrpkn pedoman normatif dalam perundangan.
Ex. Sila 1: Pembukaan UUD45 Al 4, Psl 29 ayat 2. Sila
2:Ps 27,28
PENGERTIAN
PANCASILA
Beberapa pengertian Pancasila yang dikemukakan
oleh para ahli :
v Muhammad Yamin, Pancasila berasal dari kata
Panca yang berarti lima dan Sila yang berarti sendi, atas, dasar atau peraturan
tingkah laku yang penting dan baik.
Dengan demikian Pancasila merupakan lima dasar yang berisi pedoman atau
aturan tentang tingkah laku yang penting dan baik.
v Ir. Soekarno, Pancasila adalah isi jiwa bangsa
Indonesia yang turun-temurun sekian abad lamanya terpendam bisu oleh kebudayaan
Barat. Dengan demikian, Pancasila tidak saja falsafah negara, tetapi lebih luas
lagi, yakni falsafah bangsa Indonesia.
v Notonegoro, Pancasila adalah Dasar Falsafah
Negara Indonesia. Berdasarkan pengertian ini dapat disimpulkan Pancasila pada
hakikatnya merupakan dasar falsafah dan
Ideologi negara yang diharapkan menjadi pendangan hidup bangsa Indonesia
sebagai dasar pemersatu, lambang persatuan dan kesatuan serta sebagai pertahanan
bangsa dan negara Indonesia.
Berdasarkan Terminologi, Pada 1 juni 1945,
dalam sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan kemerdekaan Indonesia
(BPUKI), Pancasila yang memiliki arti lima asas dasar digunakan oleh Presiden
Soekarno untuk memberi nama pada lima prinsip dasar negara Indonesia yang
diusulkannya.
ASAL
MULA PANCASILA
Langsung
( proses terjadinya Pancasila sbg dasar filsafat Negara, sesudah
& menjelang Proklamasi)
Tak Langsung
(asal mula sebelum Proklamasi )
Teori
Negara Pancasila
Unsur
Negara
Pemerintahan dalam arti sempit adalah semua
aktivitas, fungsi, tugas dan kewajiban yang dijalankan oleh lembaga untuk
mencapai tujuan negara. Pemerintah dalam arti luas adalah semua
aktivitas yang terorganisasi yang bersumber pada kedaulatan dan kemerdekaan,
berlandaskan pada dasar negara, rakyat, atau penduduk dan wilayah negara itu
demi tercapainya tujuan negara. Pemerintahan juga dapat didefinisikan dari segi
struktural fungsional sebagai sebuah sistem struktur dan organisasi dari
berbagai dari berbagai macam fungsi yang dilaksanakan atas dasar-dasar tertentu
untuk mencapai tujuan negara.
C.F Strong mendefinisikan pemerintahan dalam arti luas sebagai segala aktivitas badan-badan publik yang meliputi kegiatan legislatif, eksekutif, dan yudikatif dalam usaha mencapai tujuan negara. Sedangkan pemerintahan dalam arti sempit adalah segala kegiatan badan-badan publik yang hanya meliputi kekuasaan eksekutif.
C.F Strong mendefinisikan pemerintahan dalam arti luas sebagai segala aktivitas badan-badan publik yang meliputi kegiatan legislatif, eksekutif, dan yudikatif dalam usaha mencapai tujuan negara. Sedangkan pemerintahan dalam arti sempit adalah segala kegiatan badan-badan publik yang hanya meliputi kekuasaan eksekutif.
Rakyat/Masyarakat
Masyarakat adalah suatu kelompok manusia yang telah
memiliki tatanan kehidupan, norma-norma, adat istiadat yang sama-sama ditaati
dalam lingkungannya.
Masyarakat dalam arti luas adalah keseluruhan
hubungan dalam hidup bersama dan tidak dibatasi oleh lingkungan, bangsa dan
sebagainya. Sedangkan dalam arti sempit, masyarakat adalah sekelompok manusia
yang dibatasi oleh aspek-aspek tertentu, misalnya teritorial, bangsa, golongan
dan lain sebagainya
Wilayah
Wilayah adalah tempat dimana menetapnya rakyat dan merupakan tempat penyelenggaraan pemerintahanNegara.
Penyelenggaraan pemerintahan Negara meliputi:
1. Wilayah darat.
Wilayah yang meliputi segala sesuatu yang tampak dipermukaan bumi, misalnya seperti rawa, sungai, gunung, lembah. Mengenai batas wilayah daratan suatu Negara ditentukan dengan perjanjian antar Negara yang wilayahnya berbatasan. Macam-macam perbatasan Negara bisa berupa: perbatasan alam, perbatasan ilmu pasti, perbatasan buatan.
2. Wilayah Laut.
Wilayah suatu Negara yang disebut lautan atau perairan territorial.
Pada umumnya batas lautan territorial dihitung dari pantai pada saat air surut. Laut di luar perairan territorial disebut lautan bebas (mere liberium).
Penyelenggaraan pemerintahan Negara meliputi:
1. Wilayah darat.
Wilayah yang meliputi segala sesuatu yang tampak dipermukaan bumi, misalnya seperti rawa, sungai, gunung, lembah. Mengenai batas wilayah daratan suatu Negara ditentukan dengan perjanjian antar Negara yang wilayahnya berbatasan. Macam-macam perbatasan Negara bisa berupa: perbatasan alam, perbatasan ilmu pasti, perbatasan buatan.
2. Wilayah Laut.
Wilayah suatu Negara yang disebut lautan atau perairan territorial.
Pada umumnya batas lautan territorial dihitung dari pantai pada saat air surut. Laut di luar perairan territorial disebut lautan bebas (mere liberium).
Terdapat dua pandangan dalam sejarah hokum laut international:
1. Res Nuilis adalah laut tidak ada yang memilikinya oleh sebab itu laut bisa diambil serta dimiliki tiap Negara.
2. Res Communis adalah laut milik bersama masyarakat dunia oleh sebab itu tidak bisa diambil dan dimiliki oleh suatu Negara.
1. Res Nuilis adalah laut tidak ada yang memilikinya oleh sebab itu laut bisa diambil serta dimiliki tiap Negara.
2. Res Communis adalah laut milik bersama masyarakat dunia oleh sebab itu tidak bisa diambil dan dimiliki oleh suatu Negara.
Menurut traktat multilateral yang diselenggarakan tahun 1982 di
montego Bay Jamaika batas lautan ditentukan berdasarkan sebagai berikut:
- Ketentuan Batas laut territorial Negara adalah 12 mil laut diukur dari garis lurus yang ditarik sari pantai luar.
- Ketentuan Batas zone bersebelahan adalah 12 mil atau 24 mil di luar territorial.
- Ketentuan Batas Zone Ekonomi Eksklusif atau yang disingkat ZEE adalah laut diukur dari pantai sejauh 2000 mil.
- Landasan kontingen/ Landasa benua, batas diluar wilayah laut territorial hingga kedalaman 200 meter, atau diluar batas itu sampai dimana kedalaman perairan yang melekat memperkenenkan ekploitasi sumber daya alam wilayah hingga jarak 2000 mil nautika dari garis dasar laut territorial.
- Ketentuan Batas laut territorial Negara adalah 12 mil laut diukur dari garis lurus yang ditarik sari pantai luar.
- Ketentuan Batas zone bersebelahan adalah 12 mil atau 24 mil di luar territorial.
- Ketentuan Batas Zone Ekonomi Eksklusif atau yang disingkat ZEE adalah laut diukur dari pantai sejauh 2000 mil.
- Landasan kontingen/ Landasa benua, batas diluar wilayah laut territorial hingga kedalaman 200 meter, atau diluar batas itu sampai dimana kedalaman perairan yang melekat memperkenenkan ekploitasi sumber daya alam wilayah hingga jarak 2000 mil nautika dari garis dasar laut territorial.
3. Wilayah Udara.
Merupakan daerah udara yang berada di atas daerah Negara di permukaan bumi baik di atas wilayah perairan maupun diatas wilayah daratan.
Negara Pancasila
Paham Negara Kesatuan : Kesatuan bangsa, pulau, golongan dan
budaya.
Paham Negara Kebangsaan : Persekutuan hidup sosial masyarakat
Indonesia
Paham Negara Integralistik : Mengatasi semua gol, tidak memihak dan
melindungi
SILA PANCASILA
1.
Ketuhanan yang
maha esa
2.
Kemanusiaan yang
adil dan beradab
3.
Persatuan
indonesia
4.
Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
5.
Keadilan sosial
bagi seluruh rakyat indonesia
KETUHANAN YANG MAHA ESA
Ø Mengandung arti adanya kausa prima yaitu Tuhan Yang Maha Esa.
Ø Menjamin penduduk untuk memeluk agama masing-masing.
Ø Tidak memaksa warga negara.
Ø Bertoleransi dalam beragama.
Ø Pemerintah memberi fasilisator bagi tumbuh kembangnya agama.
KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB
·
Menempatkan
manusia sesuai dengan hakekat bagi makluk Tuhan
·
Menjunjung
tinggi kemerdekaan sebagai hak segala bangsa
·
Mewujudkan
keadilan dan peradaban yang lemah
PERSATUAN INDONESIA
§ Nasionalime
§ Cinta bangsa dan tanah air
§ Menggalang persatuan dan kesatuan bangsa
§ Menumbuhkan rasa senasib sepenanggungan
KERAKYATAN YANG DIPIMPIN OLEH HIKMAT KEBIJAKSANAAN DALAM PERMUSYAWARATAN/PERWAKILAN
v Hakekat ini adalah demokrasi. Dalam artian umum yaitu pemerintahan
dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat
v Permusyawaratan, artinya mengusahakan putusan bersama secara bulat,
baru sesudah itu diadakan tindakan bersama.
v Dalam melaksanakan keputusan diperlukan kejujuran bersama.
KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA
ü Kemakmuran bagi rakyat dalam arti dinamis dan meningkat
ü Seluruh kekayaan alam dan sebagainya dipergunakan bagi kebahagiaan
bersama menurut potensi masing - masing
ü Melindungi yang lemah agar kelompok warga masyarakat dapat bekerja
sesuai dengan bidangnya
BENTUK SUSUNAN PANCASILA
( Kesatuan Majemuk Tunggal Bersifat Organis )
( Kesatuan Majemuk Tunggal Bersifat Organis )
1.
Masing-masing
sila tidak terpisahkan satu sama lain dalam hal kesatuannya
2.
Masing-masing
sila mempunyai kedudukan dan fungsi sendiri-sendiri
3.
Masing-masing
sila berbeda namun tidak bertentangan
4.
Masing-masing
sila atau bagian saling melengkapi
5.
Masing-masing
sila atau bagian tidak boleh dilepas-pisahkan satu sama lain
6.
Masing-masing
sila atau bagian bersatu untuk terwujud keseluruhan, dan keseluruhan membina
bagian-bagian
7.
Kesatuan
organis dari kemajemukan akan menghidupkan
kedudukan dan fungsi-fungsi sila dalam satu kesatuan yang
utuh
FUNGSI SILA
Fundamen Moral Negara (FMN) menjiwai Fundamen Politik Negara (FPN)
þ Sila satu sebagai moral Negara
þ Sila kedua sebagai moral Negara
þ Sila ketiga sebagai dasar Negara
þ Sila keempat sebagai system Negara
þ Sila kelima sebagai tujuan Negara
Pemahaman pengertian Pancasila yang telah dijelaskan sebelumnya, memberi pengertian bahwa Pancasila merupakan “sistem” nilai
bangsa dan negara Indonesia.
Sistem
Suatu keseluruhan yang terdiri dari aneka bagian yg bersama-sama merupakan satu kesatuan,
satu keseluruhan yang bagian-bagiannya mempunyai Hubungan Satu dengan lainnya: tiap
bagian merupakan tatarakit yang teratur.
Tata rakit ini adalah sesuai, selaras dengan tata rakit
keseluruhan.
DEFINISI WARGANEGARA MENURUT UUD 1945 DALAM PASAL 26
Menurut UUD 1945 pasal 26 yang dikatakan menjadi warga negara
adalah sebagai berikut :
(1) Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia
asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai
warga negara.
(2) Penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat
tinggal di Indonesia.
(3) Hal-hal mengenai warga negara dan penduduk diatur dengan
undang-undang.
Jelas dikatakan yang menjadi warganegara menurut UUD 1945 yang
dijelaskan didalam pasal 26 ayat (1) bahwa yang menjadi warganegara adalah
orang orang bangsa indonesia asli dan orang orang bangsa lain yang disahkan
dengan UU.
Kewarganegaraan
Warga Negara adalah penduduk sebuah negara atau bangsa berdasarkan
keturunan, tempat kelahiran, dan sebagainya, yang mempunyai kewajiban dan hak
penuh sebagai warga negara itu. Memiliki domisili atau tempat tinggal tetap di
suatu wilayah negara, yang dapat dibedakan menjadi warga negara asli dan warga
Negara asing (WNA).
Menurut pasal 26 ayat (2) UUD 1945,
Ü Penduduk adalah warga negara Indonesia dan orang asing yang
bertempat tinggal di Indonesia.
Ü Bukan Penduduk, adalah orang-orang asing yang tinggal dalam negara
bersifat sementara sesuai dengan visa.
Istilah Kewarganegaraan (citizenship) memiliki arti keanggotaan
yang menunjukkan hubungan atau ikatan antara negara dengan warga negara, atau
segala hal yang berhubungan dengan warga negara.
Pengertian kewarganegaraan dapat dibedakan dalam arti :
1) Yuridis dan Sosiologis.
2) Formil dan Materiil.
Waganegara adalah
orang-orang yang menurut hukum atau secara resmi merupakan anggota resmi dari
suatu Negara tertentu atau dengan kata lain warganegara adalah warga suatu
Negara yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
1. Pengertian penduduk
Penduduk adalah
oraang-orang yang bertempat tinggal atau berdomisili di dalam wilayah suatu
Negara.
2.
Perbedaan warganegara dengan penduduk
Warganegara:
Ð Merupakan anggota dari
suatu Negara yang bersifat resmi/ditetapkan berdasarkan peraturan
perundang-undangan,dan warga Negara sudah pasti merupakan anggota Negara
tersebut.
Penduduk:
Ð Merupakan orang-orang
yang berdomisili di wilayah Negara tertentu,dan penduduk belum tentu merupakan
anggota dari suatu Negara,karena ada sebagian penduduk yang merupakan orang
asing/warganegara asing.
3. Pengertian asas ius soli dalam
kewarganegaraan
Asas ius soli adalah
asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan Negara tempat
kelahiran.
4.
Pengertian asas ius sanguinis dalam kewarganegaraaan
Asas ius saguinis
adalah asas yang menentukan kewarganegaran seseorang berdasarkan
keturunan,bukan berdasarkan Negara tempat kelahiran.
5.
Contoh penerapan asas ius soli
Misalkan ada seseorang
anak yang lahir di wilayah Negara republik Indonesia,dan di Indonesia berlaku
asas ius soli,maka anak tersebut secara otomatis menjadi WNI,karena lahir di
indonesia.
6.
Contoh penerapan asas ius saguinis
Misalkan ada seseorang
anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah dan ibu WNI,dan
Indonesia memakai asas ius sanguinis,maka anak tersebut menjadi WNI,karena ikut
kewarganegaraan orang tuanya.
6.
Pengertian status kewarganegaraan apatride
Status kewarganegaran
apatride adalah keadaan dimana seseorang tidak mempunyai kewarganegaraan,atau
keadaan dimana seseorang tidak menjadi warganegara salah Satu Negara manapun.
8.
Pengertian status kewarganegaraan bipatride
Status kewarganegaraan
bipatride adalah suatu keadaandimana seseorang mempunyai kewarganegaraan
ganda(mempunyai 2 kewarganegaraan).
9.
Pengertian asas publikasi dalam kewarganegaraan
Asas
publikasi/publisitas adalah asas yang menentukan bahwa seseorang yang
memperoleh atau kehilangan kewarganegaraan republik indonesia diumumkan dalam
berita Negara republik Indonesia agar masyarakat mengetahuinya.
10. Asas kebenaran substantive dalam kewarganegaraaan
Asas kebenaran
substantif adalah asas yang menentukan bahwa prosedur pewarganegaraan seseorang
tidak hanya bersifat administratif,tetapi juga disertai substansi dan
syarat-syarat permohonan yang dapat dipertanggungjawabkan kebenaranya. Jadi
jika seseorang ingin menjadi warganegara Indonesia,maka orang tersebut harus
melengkapi syarat-syarat yang bersifat substantif, tidak hanya syarat yang
bersifat administratif saja.
11. Cara
memperoleh kewarganegaraan di Indonesia
Kewarganegaraan di
Indonesia dapat diperoleh melalui beberapa cara,yaitu;
-kelahiran,
-pemberian,dan
-pewarganegaraan,
-ikut ayah atau ibunya
-perkawinan,
Artinya,jika seseorang
ingin menjadi warga Negara Indonesia,harus melalui cara-cara diatas.
12. Cara
memperoleh kewarganegaraan melalui pewarganegaraan di Indonesia
Cara memperoleh
kewarganegaraan Indonesia dengan cara pewarganegaraan yaitu dengan cara
melakukan permohonan pewarganegaraan yang diajukan oleh pemohon yang sudah
memenuhi syarat-syarat tertentu secara tertulis dalam bahasa Indonesia diatas
kertas bermaterai kepada presiden RI melalui menteri.Menteri meneruskan
permohonan dengan pertimbangan kepada presiden dalam waktu paling lambat 3
bulan. Selanjutnya Presiden mengabulkan atau menolak permohonan
kewarganegaraan.
13. Cara
kehilangan kewarganegaraan di Indonesia
Kewarganegaraan
seorang warga Negara Indonesia bisa hilang jika yang bersangkutan;
1.
Memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauan sendiri,
2.
Tidak menolak atau tidak melepas kewarganegaraan lain,sedangkan yang
bersangkutan mendapat kesempatan untuk itu,
3.
Dinyatakan hilang kewarganegaraannya oleh presiden atas permohonannya sendiri,
4.
masuk dalam dinas tentara asing tanpa izin terlabih dahulu dari presiden,
5.
secara sukarela masuk dalam dinas Negara asing,yang jabatan seperti itu di
Indonesia hanya dapat dijabat oleh warga Negara Indonesia,
6.
Secara sukarela mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada Negara
asing atau bagian dari Negara asing tersebut,
7.
Tidak diwajibkan tetapi turut serta dalam pemilihan sesuatu yang bersifat
ketatanegaraan untuk suatu Negara asing,
8.
Mempunyai paspor atau surat yang bersifat paspor dari Negara asing,
9.
Bertempat tinggal diluar wilayah Negara republik Indonesia selama 5 tahun
terus-menerus bukan dalam rangka dinas Negara,dan tanpa alasan yang sah.
Kewarganegaraan Indonesia
juga bisa hilang dalam hal;perempuan maupun laki-laki WNI yang kawin dengan
WNA,dan sesuai dengan hukum asal Negara asing tersebut,WNI diatas harus ikut
kewarganegaraan istri/suaminya (pindah kewarganegaraan)
Sistem Pemerintahan
Indonesia 1945 - 1959
Indonesia kini telah
berusia 70 tahun pada Agustus 2015, tentunya dalam perkembangannya Indonesia
telah mengalami banyak perubahan baik secara konstitusi maupun sistem
pemerintahan. Untuk pembahasan kali ini penulis akan membahas mengenai sistem pemerintahan
Indonesia pada masa Demokrasi Liberal 1945 – 1959. Seperti yang kita ketahui Demokrasi
liberal (atau demokrasi konstitusional) adalah sistem politik yang melindungi
secara konstitusional hak-hak individu dari kekuasaan pemerintah. Dalam demokrasi
liberal, keputusan keputusan mayoritas (dari proses perwakilan atau langsung)
diberlakukan pada sebagian besar bidang-bidang kebijakan pemerintah yang tunduk
pada pembatasan-pembatasan agar keputusan pemerintah tidak melanggar kemerdekaan
dan hak-hak individu seperti tercantum dalam konstitusi.
Pada masa 1945 – 1959
merupakan awal dari berdirinya berbagai institusi perwakilan rakyat seperti
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang merupakan representasi atau perwakilan dari
rakyat. Sehingga DPR dipandang perlu untuk menjadi fungsi legalitas terhadap
kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. Dalam demokrasi liberal juga diharapkan
menegakkan hak – hak individu, namun dalam implementasinya kebijakan yang
diwujudkan oleh pemerintah seringkali bersinggungan dengan hak individu rakyat.
Dalam paper kali ini
penulis juga akan membahas kesesuaian sistem pemerintah pada era 1945 – 1959
antara konsep dan pelaksanaannya pada era tersebut. Namun sebelum itu penulis akan
membahas secara umum mengenai sistem pemerintahan .
Pengertian Sistem
Pemerintahan
Istilah sistem
pemerintahan berasal dari gabungan dua kata sistem danpemerintahan. Kata sistem
merupakan terjemahan dari kata system(bahasa Inggris) yang berarti susunan,
tatanan, jaringan, atau cara.
Sedangkan Pemerintahan
berasal dari kata pemerintah, yang
berasal dari kata
perintah. Dan dalam Kamus Bahasa Indonesia, kata-kata itu berarti:
Ä
Perintah adalah perkataan yang bermakna menyuruh
melakukan sesuatu.
Ä
Pemerintah adalah kekuasaan yang memerintah suatu
wilayah, daerah dan Negara.
Ä
Pemerintahan adalaha perbuatan, cara, hal, urusan
dalam memerintah.
Maka dalam arti yang
luas, pemerintahan adalah perbuatan memerintah yang dilakukan oleh badan-badan
legislatif, eksekutif, dan yudikatif di suatu Negara dalam rangka mencapai
tujuan penyelenggaraan negara.
Dalam arti yang
sempit, pemerintaha adalah perbuatan memerintah yang dilakukan oleh badan
eksekutif beserta jajarannya dalam rangka mencapai tujuan penyelenggaraan
negara.
Sistem pemerintahan
diartikan
Sebagai suatu tatanan
utuh yang terdiri atas berbagai komponen pemerintahan yang bekerja saling
bergantungan dan memengaruhi dalam mencapaian tujuan dan fungsi pemerintahan.
Tujuan pemerintahan
negara pada umumnya didasarkan pada cita-cita atau tujuan negara. Misalnya,
tujuan pemerintahan negara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia
dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta
ikut melaksanakan ketertibandunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial.
Sistem Pemerintahan
1945 – 1959
Selanjutnya pembahasan
mengenai sistem pemerintahan 1945 – 1959 akan dibagi kedalam tiga periode
yakni: 1945 – 1949 , 1949 – 1950 , dan 1950 – 1959. Pembagian ini dimaksudkan
untuk memperjelas perubahan yang terjadi pada tiap periode .
Pada awal deklarasi
kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 , Indonesia menjalankan
sistem presidensial yang merujuk pada UUD 1945 yang menyatakan bahwa Presiden
memiliki kekuasaan tertinggi dalam pemerintahan. Namun pada tanggal 23 Agustus
1945 , Belanda dan negara sekutu mendarat di Indonesia. Adapun negara selain
Belanda bermaksud untuk mengamankan Indonesia pasca penetapan kemerdekaannya .
Namun lain halnya dengan Belanda, ia kembali ke Indonesia dengan maksud untuk
kembali menguasai Indonesia. Tentunya hal ini merupakan tantangan bagi
deklarator kita Soekarno untuk mempertahankan Indonesia dan wilayah – wilayah
yang telah disepakati sebagai bagian dari Indonesia.Untuk itu dibutuhkan jalan
perundingan dengan pihak Belanda untuk mengakui Indonesia sebagai negara
merdeka. Namun Jenderal Van Mook yang memimpin perundingan dengan Indonesia
atas dasar pidato
Ratu Wilhemnia tidak
dapat dilakukan , karena Soekarno identik dengan Jepang. Maka berdasarkan
pertimbangan tersebut dibentuklah kabinet semi-presidensil (semi-parlementer) peristiwa
ini merupakan perubahan sistem pemerintahan agar dianggap lebih demokratis dan didasarkan
pada usul BP – KNIP yang ditetapkan tanggal 14 November 1945. Hal ini dimaksudkan
untuk membuka jalan perundingan antara kedua belah pihak , dengan demikian Sutan
Syahrir diangkat sebagai perdana menteri yang memimpin pemerintahan Indonesia
dan juga sebagai perwakilan dalam perundingan dengan pihak Belanda.
Pada masa kabinet
parlementer ini Sutan Sjahrir mengambil banyak peran terutama melakukan
diplomasi dengan pihak Belanda untuk mengakui Indonesia sebagai negara merdeka.
Adapun pada periode ini sistem pemerintahan dinilai tidak stabil, karena
terjadi penguasaan terhadap wewenang kepada Perdana Menteri . Sehingga terjadi
tiga kali pergantian perdana menteri, yakni : Sutan Sjahrir , Amir Syarifuddin
, dan Muhammad Hatta.
Pada periode ini juga
terjadi berbagai perjanjian antara Indonesia dan Belanda untuk pengakuan dari
Belanda terhadap Indonesia. Bahkan Belanda melakukan dua kali agresi ke
Indonesia yang menyebabkan berbagai perang di beberapa wilayah. Dan akhirnya
pada tanggal 27 Desember 1949 di Istana Dam, Amsterdam .
Untuk periode ini ,
Indonesia menjalankan sistem pemerintahan semi-parlementer karena kondisi
tersebut yang tidak memungkinkan untuk menjalankan sepenuhnya , dan tentunya dipengaruhi
faktor politik yakni untuk membuka jalan diplomasi dengan pihak Belanda. Selain
itu pada periode ini dibentuk KNIP yang merupakan lembaga yang menjadi cikal
bakal DPR yang berfungsi sebagai badan legislatif . Hal ini sesuai dengan Pasal
4 Aturan Peralihan dalam UUD 1945 dan maklumat
Wakil Presiden Nomor X
pada tanggal 16 Oktober 1945, yang memutuskan bahwa KNIP diserahi kekuasaan
legislatif, karena MPR dan DPR belum terbentuk.
II. Periode
1949 – 1950
Pada periode ini
sistem pemerintahan Indonesia masih menggunakan sistem pemerintahan parlementer
yang merupakan lanjutan dari periode sebelumnya (1945-1949). Sistem ini
menganut sistem multi-partai. Hal ini didasarkan pada konstitusi RIS yang
menetapkan sistem parlementer kabinet semu (quasy parlementary) sebagai sistem
pemerintahan RIS.
Perlu diketahui bahwa
sistem pemerintahan yang dianut pada masakonstitusi RIS bukanlah kabinet
parlementer murni karena dalam sistem parlementer murni, parlemen mempunyai
kedudukan yang sangat menentukan terhadap kekuasaan pemerintah. Diadakannya
perubahan bentuk negara kesatuan RI menjadi negara serikat ini adalah merupakan
konsekuensi sebagai diterimanya hasil Konferensi Meja Bundar (KMB). Perubahan
ini dituangkan dalam
Konstitusi Republik
Indonesia Serikat (RIS). Hal ini karena adanya campur tangan dari PBB yang
memfasilitasinya.
Wujud dari campur
tangan PBB tersebut adanya konfrensi KMB yaitu :
µ
Indonesia merupakan Negara bagian RIS
µ
Indonesia RIS yang di maksud Sumatera dan Jawa
µ
Wilayah diperkecil dan Indonesia di dalamnya
µ
RIS mempunyai kedudukan yang sama dengan Belanda
µ
Indonesia adalah bagian dari RIS yang meliputi
Jawa, Sumatera dan Indonesia Timur.
Dalam RIS ada point-point
sebagai berikut :
1.
Pemerintah berhak atas kekuasaan TJ atau UU Darurat
2.
UU Darurat mempunyai kekuatan atas UU Federasi
Berdasarkan Konstitusi
RIS yang menganut sistem pemerintahan parlementer ini, badan legislatif RIS
dibagi menjadi dua bagian yakni:
Senat dan Dewan
Perwakilan Rakyat. Oleh karena itu pada periode ini Indonesia tetap menganut
sistem parlementer namun bentuk pemerintahan dan bentuk negaranya merupakan federasi
yaitu negara yang didalamnya terdiri dari negara-negara bagian yang masing
masing negara bagian memiliki kedaulatan sendiri untuk mengurus urusan dalam
negerinya.
III. Periode 1950 – 1959
Periode ini
(1950-1959) merupakan periode dimana presiden Soekarno memerintah menggunakan
konstitusi Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia 1950, pemberlakukan
peraturan pada periode ini berlangsung dari 17 Agustus 1950 sampai 5 Juli 1959.
Masa ini merupakan masa berakhirnya Negara Indonesia yang federalis. Landasannya
adalah UUD 1950 pengganti konstitusi RIS 1949. Sistempemerintahan yang dianut
adalah parlementer kabinet dengan demokrasi liberal yang masih bersifat semu.
Adapun ciri-cirinya
antara lain:
a. Presiden dan wakil
presiden tidak dapat diganggu gugat.
b. Menteri bertanggung
jawab atas kebijakan pemerintahan.
c. Presiden berhak
membubarkan DPR.d. Perdana menteri diangkat oleh Presiden.
Diawali dari tanggal
15 Agustus 1950, Undang-Undang Dasar Sementara Negara Kesatuan Republik
Indonesia (UUDS NKRI, UU No. 7/1850, LN No. 56/1950) disetujui oleh DPR dan
Senat RIS. Pada tanggal yang sama pula, DPR dan Senat RIS mengadakan rapat di
mana dibacakan piagam pernyataan terbentuknya NKRI yang bertujuan:
1. Pembubaran secara
resmi negara RIS yang berbentuk federasi;
2. Pembentukan NKRI
yang meliputi seluruh daerah Indonesia dengan
UUDS yang mulai
berlaku pada tanggal 17 Agustus 1950.
UUDS ini merupakan
adopsi dari UUD RIS yang mengalami sedikit perubahan, terutama yang berkaitan
dengan perubahan bentuk negara dari negara serikat ke negara kesatuan.
Setelah peralihan dari
Republik Indonesia Serikat (RIS) menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI), Indonesia mulai menganut sistem demokrasi liberal dimana dalam sistem
ini pemerintahan berbentuk parlementer sehingga perdana menteri langsung
bertanggung jawab kepada parlemen (DPR) yang terdiri dari kekuatan-kekuatan
partai. Anggota DPR berjumlah 232 orang yang terdiri dari: Masyumi (49 kursi), PNI
(36 kursi), PSI (17 kursi), PKI (13 kursi), Partai Katholik (9 kursi), Partai
Kristen (5 kursi), dan Murba (4 kursi), sedangkan sisa kursi dibagikan kepada
partai-partai atau perorangan, yang tak satupun dari mereka mendapat lebih dari
17 kursi. Adapun kabinet yang telah dibentuk pada periode ini (1950 – 1959)
antara lain:
• 1950-1951 - Kabinet
Natsir
• 1951-1952 - Kabinet
Sukiman-Suwirjo
• 1952-1953 - Kabinet
Wilopo
• 1953-1955 - Kabinet
Ali Sastroamidjojo I
• 1955-1956 - Kabinet
Burhanuddin Harahap
• 1956-1957 - Kabinet
Ali Sastroamidjojo II
• 1957-1959 - Kabinet
Djuanda
Dari segi sudut
pandang analis pemerintahan sistem ini tentunya tidak dapat menopang untuk
pemerintahan yang kuat, tetapi umumnya diyakini bahwa struktur kepartaian
tersebut akan disederhanakan apabila pemilihan umum dilaksanakan. Setelah
pembentukan NKRI diadakanlah berbagai usaha untuk menyusun Undang-Undang Dasar baru
dengan membentuk Lembaga Konstituante.
Lembaga
Konstituanteadalah lembaga yang diserahi tugas untuk membentuk UUD baru. Konstituante
diserahi tugas membuat undang-undang dasar yang baru sesuai amanat UUDS 1950.
Namun sampai tahun 1959 badan ini belum juga bisa membuat konstitusi baru. Maka
Presiden Soekarno menyampaikan konsepsi tentang Demokrasi Terpimpin pada DPR hasil
pemilu yang berisi ide untuk kembali pada UUD 1945.
Akhirnya setelah
negara RI dengan UUDS 1950 dan sistem Demokrasi Liberal yang berlangsung selama
9 tahun, rakyat Indonesia merasa bahwa UUDS 1950 dengan sistem Demokrasi
Liberal tidak cocok, karena tidak sesuai dengan jiwa Pancasila dan UUD 1945.
Disamping itu, Presiden menganggap bahwa keadaan ketatanegaraan Indonesia membahayakan
persatuan dan kesatuan bangsa dan negara serta merintangi pembangunan semesta
berencana untuk mencapai masyarakat adil dan makmur; sehingga pada tanggal 5
Juli 1959 mengumumkan dekrit mengenai pembubaran Konstituante dan berlakunya
kembali UUD 1945 serta tidak berlakunya UUDS 1950.
Dekrit Presiden 5 Juli
1959 merupakan dekrit yang mengakhiri masa parlementer dan digunakan kembalinya
UUD 1945. Masa sesudah ini lazim disebut masa Demokrasi Terpimpin. Dekrit
presiden 5 Juli menyatakan bahwa:
1. Kembali berlakunya
UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi UUDS 1950
2. Pembubaran
Konstituante
3. Pembentukan MPRS
dan DPAS
Tentunya setelah
memahami sistem pemerintahan Indonesia dari 1945 – 1959 dapat disimpulkan
Indonesia menjalankan sistem pemerintahan parlementer sejak 14 November 1945 , hal
ini dikarenakan persoalan politik antara Indonesia dan Belanda dan didasarkan
pada pertimbangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Namun dalam
perkembangannya walaupun Indonesia menjalankan sistem Parlementer namun dalam
penerapannya sistem tersebut masih dijalankan setengah-hati atau bisa dibilang
sebagai sistem semi-parlementer. Hal ini dapat dilihat dari penerapan selama 15
tahun
dalam sistem
pemerintahan Indonesia.
Dapat kita lihat pada
periode I (1945 – 1949) , perdana menteri diangkat hanya untuk menggantikan
posisi presiden selaku perunding , sedangkan kebijakan – kebijakan masih
dipengaruhi oleh Presiden.
Kemudian pada periode
II (1949 – 1950) merupakan periode pembentukan RIS (Republik Indonesia Serikat)
yang merupakan negara federasi yang didasarkan pada KMB (Konferensi Meja
Bundar). Pada periode ini sistem pemerintahan masih menjalankan parlementer
namun dengan kabinet semu, sehingga fungsi – fungsi kekuasaan perdana
menteri selaku
pimpinan tertinggi tidak dilaksanakan dengan maksimal.
Namun karena berbentuk
RIS maka pada periode II ini , pemerintahan
terbagi atas dua
yakni: Senat dan DPR-RIS. Dan kemudian pada periode III (1950 – 1959) merupakan
periode yang masih menjalankan sistem parlementer namun sudah mulai menjalankan.
Parlementer kabinet
secara penuh, namun karena merupakan masa peralihan (kembali) dari RIS 1949 ke
UUDS 1950 maka terjadi instabilitas politik di parlemen (DPR). Instabilitas ini
disebabkan oleh sistem demokrasi liberal yang menjadikan perdana menteri merupakan
pimpinan terhadap dewan perwakilan rakyat (DPR) , sehingga bila perdana menteri
diganti maka DPR akan ikut dirombak. Sehingga anggota DPR mengikuti peimpinnya
(perdana menteri).
Namun pada akhirnya
sistem yang diberlakukan pada periode III ini yakni UUDS 1950 tidak menemukan solusi
yang tepat untuk bangsa, maka Presiden mengeluarkan Dekrit 5 Juli 1959 yang
menetapkan kembali UUD 1945 sebagai dasar negara.
Trias Politica
Trias
Politia merupakan konsep pemerintahan yang kini banyak dianut diberbagai negara
di aneka belahan dunia. Konsep dasarnya adalah kekuasaan di suatu negara tidak
boleh dilimpahkan pada satu struktur kekuasaan politik melainkan harus terpisah
di lembaga-lembaga negara yang berbeda.
Trias Politika yang kini banyak diterapkan
adalah, pemisahan kekuasaan kepada 3 lembaga berbeda: Legislatif, Eksekutif,
dan Yudikatif. Legislatif adalah lembaga untuk membuat undang-undang; Eksekutif
adalah lembaga yang melaksanakan undang-undang; dan Yudikatif adalah lembaga
yang mengawasi jalannya pemerintahan dan negara secara keseluruhan,
menginterpretasikan undang-undang jika ada sengketa, serta menjatuhkan sanksi
bagi lembaga ataupun perseorangan manapun yang melanggar undang-undang.
Dengan
terpisahnya tiga kewenangan di tiga lembaga yang berbeda tersebut, diharapkan
jalannya pemerintahan negara tidak timpang, terhindar dari korupsi pemerintahan
oleh satu lembaga, dan akan memunculkan mekanisme check and balances (saling
koreksi, saling mengimbangi). Kendatipun demikian, jalannya Trias Politika di
tiap negara tidak selamanya serupa, mulus atau tanpa halangan.
Sejarah Trias Politika
Pada
masa lalu, bumi dihuni masyarakat pemburu primitif yang biasanya
mengidentifikasi diri sebagai suku. Masing-masing suku dipimpin oleh seorang
kepala suku yang biasanya didasarkan atas garis keturunan ataupun kekuatan
fisik atau nonfisik yang dimiliki. Kepala suku ini memutuskan seluruh perkara
yang ada di suku tersebut.
Pada
perkembangannya, suku-suku kemudian memiliki sebuah dewan yang diisi oleh para
tetua masyarakat. Contoh dari dewan ini yang paling kentara adalah pada
dewan-dewan Kota Athena (Yunani). Dewan ini sudah menampakkan 3 kekuasaan Trias
Politika yaitu kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Bahkan di Romawi
Kuno, sudah ada perwakilan daerah yang disebut Senat, lembaga yang mewakili
aspirasi daerah-daerah. Kesamaan dengan Indonesia sekarang adalah Dewan
Perwakilan Daerah (DPD).
Namun,
keberadaan kekuasaan yang terpisah, misalnya di tingkat dewan kota tersebut
mengalami pasang surut. Tantangan yang terbesar adalah persaingan dengan
kekuasaan monarki atau tirani. Monarki atau Tirani adalah kekuasaan absolut
yang berada di tangan satu orang raja. Tidak ada kekuasaan yang terpisah di
keduanya.
Pada
abad Pertengahan (kira-kira tahun 1000 – 1500 M), kekuasaan politik menjadi
persengketaan antara Monarki (raja/ratu), pimpinan gereja, dan kaum bangsawan.
Kerap kali Eropa kala itu, dilanda perang saudara akibat sengketa kekuasaan
antara tiga kekuatan politik ini.
Sebagai
koreksi atas ketidakstabilan politik ini, pada tahun 1500 M mulai muncul
semangat baru di kalangan intelektual Eropa untuk mengkaji ulang filsafat
politik yang berupa melakukan pemisahan kekuasaan. Tokoh-tokoh seperti John
Locke, Montesquieu, Rousseau, Thomas Hobbes, merupakan contoh dari intelektual
Eropa yang melakukan kaji ulang seputar bagaimana kekuasaan di suatu
negara/kerajaan harus diberlakukan.
Untuk
keperluan mata kuliah ini, cukup akan diberikan gambaran mengenai 2 pemikiran
intelektual Eropa yang berpengaruh atas konsep Trias Politika. Pertama adalah
John Locke yang berasal dari Inggris, sementara yang kedua adalah Montesquieu,
dari Perancis.
John Locke (1632-1704)
Pemikiran
John Locke mengenai Trias Politika ada di dalam Magnum Opus (karya besar) yang
ia tulis dan berjudul Two Treatises of Government yang terbit tahun 1690. Dalam
karyanya tersebut, Locke menyebut bahwa fitrah dasar manusia adalah “bekerja
(mengubah alam dengan keringat sendiri)” dan “memiliki milik (property)."
Oleh sebab itu, negara yang baik harus dapat melindungi manusia yang bekerja
dan juga melindungi milik setiap orang yang diperoleh berdasarkan hasil
pekerjaannya tersebut. Mengapa Locke menulis sedemikian pentingnya masalah
kerja ini ?
Dalam
masa ketika Locke hidup, milik setiap orang, utamanya bangsawan, berada dalam
posisi yang rentan ketika diperhadapkan dengan raja. Kerap kali raja secara
sewenang-wenang melakuka akuisisi atas milik para bangsawan dengan dalih
beraneka ragam. Sebab itu, kerap kali kalangan bangsawan mengadakan perang
dengan raja akibat persengkataan milik ini, misalnya peternakan, tanah, maupun
kastil.
Negara
ada dengan tujuan utama melindungi milik pribadi dari serangan individu lain,
demikian tujuan negara versi Locke. Untuk memenuhi tujuan tersebut, perlu
adanya kekuasaan terpisah, kekuasaan yang tidak melulu di tangan seorang
raja/ratu. Menurut Locke, kekuasaan yang harus dipisah tersebut adalah
Legislatif, Eksekutif dan Federatif.
Kekuasaan
Legislatif adalah kekuasaan untuk membuat undang-undang. Hal penting yang harus
dibuat di dalam undang-undang adalah bahwa masyarakat ingin menikmati miliknya
secara damai. Untuk situasi ‘damai’ tersebut perlu terbit undang-undang yang
mengaturnya. Namun, bagi John Locke, masyarakat yang dimaksudkannya bukanlah
masyarakat secara umum melainkan kaum bangsawan. Rakyat jelata tidak masuk ke
dalam kategori stuktur masyarakat yang dibela olehnya. Perwakilan rakyat versi
Locke adalah perwakilan kaum bangsawan untuk berhadapan dengan raja/ratu
Inggris.
Eksekutif
adalah kekuasaan untuk melaksanakan amanat undang-undang. Dalam hal ini
kekuasaan Eksekutif berada di tangan raja/ratu Inggris. Kaum bangsawan tidak
melaksanakan sendiri undang-undang yang mereka buat, melainkan diserahkan ke
tangan raja/ratu.
Federatif
adalah kekuasaan menjalin hubungan dengan negara-negara atau kerajaan-kerajaan
lain. Kekuasaan ini mirip dengan Departemen Luar Negara di masa kini. Kekuasaan
ini antara lain untuk membangun liga perang, aliansi politik luar negeri,
menyatakan perang dan damai, pengangkatan duta besar, dan sejenisnya. Kekuasaan
ini oleh sebab alasan kepraktisan, diserahkan kepada raja/ratu Inggris.
Dari
pemikiran politik John Locke dapat ditarik satu simpulan, bahwa dari 3
kekuasaan yang dipisah, 2 berada di tangan raja/ratu dan 1 berada di tangan
kaum bangsawan. Pemikiran Locke ini belum sepenuhnya sesuai dengan pengertian
Trias Politika di masa kini. Pemikiran Locke kemudian disempurnakan oleh rekan
Perancisnya, Montesquieu.
Montesquieu (1689-1755)
Montesquieu
(nama aslinya Baron Secondat de Montesquieu) mengajukan pemikiran politiknya
setelah membaca karya John Locke. Buah pemikirannya termuat di dalam magnum
opusnya, Spirits of the Laws, yang terbit tahun 1748.
Sehubungan
dengan konsep pemisahan kekuasaan, Montesquieu menulis sebagai berikut : “Dalam
tiap pemerintahan ada tiga macam kekuasaan: kekuasaan legislatif; kekuasaan
eksekutif, mengenai hal-hal yang berkenan dengan dengan hukum antara bangsa;
dan kekuasan yudikatif yang mengenai hal-hal yang bergantung pada hukum sipil.
Dengan kekuasaan pertama, penguasa atau magistrat mengeluarkan hukum yang telah
dikeluarkan. Dengan kekuasaan kedua, ia membuat damai atau perang, mengutus
atau menerima duta, menetapkan keamanan umum dan mempersiapkan untuk melawan
invasi. Dengan kekuasaan ketiga, ia menghukum penjahat, atau memutuskan
pertikaian antar individu-individu. Yang akhir ini kita sebut kekuasaan
yudikatif, yang lain kekuasaan eksekutif negara.
Dengan
demikian, konsep Trias Politika yang banyak diacu oleh negara-negara di dunia
saat ini adalah Konsep yang berasal dari pemikir Perancis ini. Namun, konsep
Trias Politika ini terus mengalami persaingan dengan konsep-konsep kekuasaan
lain semisal Kekuasaan Dinasti (Arab Saudi), Wilayatul Faqih (Iran), Diktatur
Proletariat (Korea Utara, Cina, Kuba).
Fungsi-fungsi
Kekuasaan Legislatif
Legislatif
adalah struktur politik yang fungsinya membuat undang-undang. Di masa kini,
lembaga tersebut disebut dengan Dewan Perwakilan Rakyat (Indonesia), House of
Representative (Amerika Serikat), ataupun House of Common (Inggris).
Lembaga-lembaga ini dipilih melalui mekanisme pemilihan umum yang diadakan
secara periodik dan berasal dari partai-partai politik.
Melalui
apa yang dapat kami ikhtisarkan dari karya Michael G. Roskin, et.al, termaktub
beberapa fungsi dari kekuasaan legislatif sebagai berikut : Lawmaking,
Constituency Work, Supervision and Critism Government, Education, dan
Representation.
Lawmaking
adalah fungsi membuat undang-undang. Di Indonesia, undang-undang yang dikenal
adalah Undang-undang Ketenagakerjaan, Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional,
Undang-undang Guru Dosen, Undang-undang Penanaman Modal, dan sebagainya.
Undang-undang ini dibuat oleh DPR setelah memperhatikan masukan dari level
masyarakat.
Constituency
Work adalah fungsi badan legislatif untuk bekerja bagi para pemilihnya. Seorang
anggota DPR/legislatif biasanya mewakili antara 100.000 s/d 400.000 orang di
Indnesia. Tentu saja, orang yang terpilih tersebut mengemban amanat yang
sedemikian besar dari sedemikian banyak orang. Sebab itu, penting bagi seorang
anggota DPR untuk melaksanakan amanat, yang harus ia suarakan di setiap
kesempatan saat ia bekerja sebagai anggota dewan.
Supervision
and Criticism Government, berarti fungsi legislatif untuk mengawasi jalannya
pelaksanaan undang-undang oleh presiden/perdana menteri, dan segera
mengkritiknya jika terjadi ketidaksesuaian. Dalam menjalankan fungsi ini, DPR
melakukannya melalui acara dengar pendapat, interpelasi, angket, maupun
mengeluarkan mosi kepada presiden/perdana menteri.
Education, adalah fungsi DPR untuk memberikan
pendidikan politik yang baik kepada masyarakat. Anggota DPR harus memberi
contoh bahwa mereka adalah sekadar wakil rakyat yang harus menjaga amanat dari
para pemilihnya. Mereka harus selalu memberi pemahaman kepada masyarakat
mengenai bagaimana cara melaksanakan kehidupan bernegara yang baik. Sebab,
hampir setiap saat media massa meliput tindak-tanduk mereka, baik melalui layar
televisi, surat kabar, ataupun internet.
Representation,
merupakan fungsi dari anggota legislatif untuk mewakili pemilih. Seperti telah
disebutkan, di Indonesia, seorang anggota dewan dipilih oleh sekitar 300.000
orang pemilih. Nah, ke-300.000 orang tersebut harus ia wakili kepentingannya di
dalam konteks negara. Ini didasarkan oleh konsep demokrasi perwakilan. Tidak
bisa kita bayangkan jika konsep demokrasi langsung yang diterapkan, gedung DPR
akan penuh sesak dengan 300.000 orang yang datang setiap hari ke Senayan.
Bisa-bisa hancur gedung itu. Masalah yang muncul adalah, anggota dewan ini
masih banyak yang kurang peka terhadap kepentingan para pemilihnya. Ini bisa
kita lihat dari masih banyaknya demonstrasi-demonstrasi yang muncul di aneka
isu politik.
Fungsi-fungsi
Kekuasaan Eksekutif
Eksekutif
adalah kekuasaaan untuk melaksanakan undang-undang yang dibuat oleh Legislatif.
Fungsi-fungsi kekuasaan eksekutif ini garis besarnya adalah : Chief of state,
Head of government, Party chief, Commander in chief, Chief diplomat, Dispenser
of appointments, dan Chief legislators.
Eksekutif
di era modern negara biasanya diduduki oleh Presiden atau Perdana Menteri.
Chief of State artinya kepala negara, jadi seorang Presiden atau Perdana
Menteri merupakan kepada suatu negara, simbol suatu negara. Apapun tindakan
seorang Presiden atau Perdana Menteri, berarti tindakan dari negara yang
bersangkutan. Fungsi sebagai kepala negara ini misalnya dibuktikan dengan
memimpin upacara, peresmian suatu kegiatan, penerimaan duta besar, penyelesaian
konflik, dan sejenisnya.
Head
of Government, artinya adalah kepala pemerintahan. Presiden atau Perdana
Menteri yang melakukan kegiatan eksekutif sehari-hari. Misalnya mengangkat
menteri-menteri, menjalin perjanjian dengan negara lain, terlibat dalam
keanggotaan suatu lembaga internasional, menandatangi surat hutang dan
pembayarannya dari lembaga donor, dan sejenisnya. Di dalam tiap negara,
terkadang terjadi pemisahaan fungsi antara kepala negara dengan kepala
pemerintahan. Di Inggris, kepala negara dipegang oleh Ratu Inggris, demikian
pula di Jepang. Di kedua negara tersebut kepala pemerintahan dipegang oleh
Perdana Menteri. Di Indonesia ataupun Amerika Serikat, kepala negara dan kepala
pemerintahan dipegang oleh Presiden.
Party
Chief berarti seorang kepala eksekutif sekaligus juga merupakan kepala dari
suatu partai yang menang pemilu. Fungsi sebagai ketua partai ini lebih
mengemuka di suatu negara yang menganut sistem pemerintahan parlementer. Di
dalam sistem parlementer, kepala pemerintahan dipegang oleh perdana menteri
yang berasal dari partai yang menang pemilu. Namun, di negara yang menganut
sistem pemerintahan presidensil terkadang tidak berlaku kaku demikian. Di masa
pemerintahan Gus Dur (di Indonesia) menunjukkan hal tersebut.
Gus
Dur berasal dari partai yang hanya memenangkan 9% suara di Pemilu 1999, tetapi
ia menjadi presiden. Selain itu, di sistem pemerintahan parlementer, terdapat
hubungan yang sangat kuat antara eksekutif dan legislatif oleh sebab seorang
eksekutif dipilih dari komposisi hasil suara partai dalam pemilu. Di sistem
presidensil, pemilu untuk memilih anggota dewan dan untuk memilih presiden
terpisah.
Commander
in Chief adalah fungsi mengepalai angkatan bersenjata. Presiden atau perdana
menteri adalah pimpinan tertinggi angkatan bersenjata. Seorang presiden atau
perdana menteri, meskipun tidak memiliki latar belakang militer memiliki peran
ini. Namun, terkadang terdapat pergesekan dengan pihak militer jika yang menjadi
presiden ataupun perdana menteri adalah orang bukan kalangan militer. Sekali
lagi, ini pernah terjadi di era Gus Dur, di mana banyak instruksi-instruksinya
kepada pihak militer tidak digubris pihak yang terakhir, terutama di masa
kerusuhan sektarian (agama) yang banyak terjadi di masa pemerintahannya.
Chief
Diplomat, merupakan fungsi eksekutif untuk mengepalai duta-duta besar yang
tersebar di perwakilan negara di seluruh dunia. Dalam pemikiran trias politika
John Locke, termaktub kekuasaan federatif, kekuasaan untuk menjalin hubungan
dengan negara lain. Demikian pula di konteks aplikasi kekuasaan eksekutif saat
ini. Eksekutif adalah pihak yang mengangkat duta besar untuk beroperasi di
negara sahabat, juga menerima duta besar dari negara lain.
Dispensen
Appointment merupakan fungsi eksekutif untuk menandatangani perjanjian dengan
negara lain atau lembaga internasional. Dalam fungsi ini, penandatangan
dilakukan oleh presiden, menteri luar negeri, ataupun anggota-anggota kabinet
yang lain, yang diangkat oleh presiden atau perdana menteri.
Chief
Legislation, adalah fungsi eksekutif untuk mempromosikan diterbitkannya suatu
undang-undang. Meskipun kekuasaan membuat undang-undang berada di tangan DPR,
tetapi di dalam sistem tata negara dimungkinkan lembaga eksekutif mempromosikan
diterbitkannya suatu undang-undang oleh sebab tantangan riil dalam implementasi
suatu undang-undang banyak ditemui oleh pihak yang sehari-hari melaksanakan
undang-undang tersebut.
Fungsi-fungsi Kekuasaan Yudikatif
Kekuasaan
Yudikatif berwenang menafsirkan isi undang-undang maupun memberi sanksi atas
setiap pelanggaran atasnya. Fungsi-fungsi Yudikatif yang bisa dispesifikasikan
kedalam daftar masalah hukum berikut: Criminal law (petty offense, misdemeanor,
felonies); Civil law (perkawinan, perceraian, warisan, perawatan anak);
Constitution law (masalah seputar penafsiran kontitusi); Administrative law
(hukum yang mengatur administrasi negara); International law (perjanjian
internasional).
Criminal
Law, penyelesaiannya biasanya dipegang oleh pengadilan pidana yang di Indonesia
sifatnya berjenjang, dari Pengadilan Negeri (tingkat kabupaten), Pengadilan
Tinggi (tingkat provinsi, dan Mahkamah Agung (tingkat nasional). Civil law juga
biasanya diselesaikan di Pengadilan Negeri, tetapi khusus umat Islam biasanya
dipegang oleh Pengadilan Agama.
Constitution
Law, kini penyelesaiannya ditempati oleh Mahkamah Konstitusi. Jika individu,
kelompok, lembaga-lembaga negara mempersoalkan suatu undang-undang atau
keputusan, upaya penyelesaian sengketanya dilakukan di Mahkamah Konstitusi.
Administrative
Law, penyelesaiannya dilakukan di Pengadilan Tata Usaha Negara, biasanya
kasus-kasus sengketa tanah, sertifikasi, dan sejenisnya.
International
Law, tidak diselesaikan oleh badan yudikatif di bawah kendali suatu negara
melainkan atas nama Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
DEMOKRASI
Demokrasi adalah bentuk atau
mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan
warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut.
Salah satu pilar demokrasi adalah
prinsip trias politica yang membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling
lepas (independen) dan berada dalam peringkat yg sejajar satu sama lain. Kesejajaran
dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga
negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances.
Ketiga jenis lembaga-lembaga negara
tersebut adalah lembaga-lembaga pemerintah yang memiliki kewenangan untuk
mewujudkan dan melaksanakan kewenangan eksekutif, lembaga-lembaga pengadilan
yang berwenang menyelenggarakan kekuasaan judikatif dan lembaga-lembaga
perwakilan rakyat (DPR, untuk Indonesia) yang memiliki kewenangan menjalankan
kekuasaan legislatif. Di bawah sistem ini, keputusan legislatif dibuat oleh masyarakat atau oleh wakil yang wajib bekerja dan
bertindak sesuai aspirasi masyarakat yang diwakilinya (konstituen) dan yang memilihnya melalui proses pemilihan
umum legislatif, selain sesuai hukum dan peraturan.
Selain pemilihan umum legislatif,
banyak keputusan atau hasil-hasil penting, misalnya pemilihan presiden suatu
negara, diperoleh melalui pemilihan umum. Pemilihan umum tidak wajib atau tidak
mesti diikuti oleh seluruh warganegara, namun oleh sebagian warga yang berhak dan secara sukarela
mengikuti pemilihan umum. Sebagai tambahan, tidak semua warga negara berhak
untuk memilih (mempunyai hak pilih).
Kedaulatan rakyat yang dimaksud di
sini bukan dalam arti hanya kedaulatan memilih presiden atau anggota-anggota
parlemen secara langsung, tetapi dalam arti yang lebih luas. Suatu pemilihan
presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung tidak menjamin negara
tersebut sebagai negara demokrasi sebab kedaulatan rakyat memilih sendiri
secara langsung presiden hanyalah sedikit dari sekian banyak kedaulatan rakyat.
Walapun perannya dalam sistem demokrasi tidak besar, suatu pemilihan umum
sering dijuluki pesta demokrasi. Ini adalah akibat cara berpikir lama dari
sebagian masyarakat yang masih terlalu tinggi meletakkan tokoh idola, bukan sistem
pemerintahan yang bagus, sebagai tokoh impian ratu adil. Padahal sebaik apa pun
seorang pemimpin negara, masa hidupnya akan jauh lebih pendek daripada masa
hidup suatu sistem yang sudah teruji mampu membangun negara. Banyak negara
demokrasi hanya memberikan hak pilih kepada warga yang telah melewati umur tertentu, misalnya umur 18
tahun, dan yang tak memliki catatan kriminal (misal, narapidana atau bekas
narapidana).
Isitilah “demokrasi” berasal dari Yunani
Kuno yang
diutarakan di Athena kuno pada abad ke-5
SM. Negara
tersebut biasanya dianggap sebagai contoh awal dari sebuah sistem yang
berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun, arti dari istilah ini telah
berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modern telah berevolusi sejak abad
ke-18, bersamaan
dengan perkembangan sistem “demokrasi” di banyak negara.
Kata “demokrasi” berasal dari dua
kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang
lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk
rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu
politik. Hal ini menjadi wajar, sebab demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai
indikator perkembangan politik suatu negara.
Demokrasi menempati posisi vital dalam kaitannya pembagian kekuasaan dalam suatu negara (umumnya berdasarkan konsep dan prinsip trias politica) dengan kekuasaan negara yang diperoleh dari rakyat juga harus
digunakan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Prinsip semacam trias politica ini menjadi sangat penting untuk diperhitungkan ketika fakta-fakta
sejarah mencatat kekuasaan pemerintah (eksekutif) yang begitu besar ternyata
tidak mampu untuk membentuk masyarakat yang adil dan beradab, bahkan kekuasaan
absolut pemerintah seringkali menimbulkan pelanggaran terhadap hak-hak asasi
manusia.
Demikian pula kekuasaan berlebihan
di lembaga negara yang lain, misalnya kekuasaan berlebihan dari lembaga
legislatif menentukan sendiri anggaran untuk gaji dan tunjangan
anggota-anggotanya tanpa mempedulikan aspirasi rakyat, tidak akan membawa
kebaikan untuk rakyat. Intinya, setiap lembaga negara bukan saja harus
akuntabel (accountable), tetapi harus ada mekanisme formal yang mewujudkan
akuntabilitas dari setiap lembaga negara dan mekanisme ini mampu secara
operasional (bukan hanya secara teori) membatasi kekuasaan lembaga negara
tersebut.
Kompetensi Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)
(Suatu Paradigma Baru)
(Suatu Paradigma Baru)
Pendidikan kewarganegaraan adalah
suatu materi yang harus ajarkan mulai dari pendidikan dasar sampai kepada
perguruan tinggi di Indonesia. Hal ini sesuai dengan amanat UU No. 20 / 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional. PKn sebagai suatu materi pengajaran banyak
mengalami perubahan seiring dengan perubahan yang terjadi dalam masyarakat dan
Negara. Materi pengajaran ini lebih banyak dipengaruhi oleh perkembangan
politik kenegaraan. Pada awalnya di tingkat persekolahan bernama Civics,
kemudian berubah menjadi Kewarganegaraan, selanjutnya berubah menjadi Tata
Negara, kemudian Pendidikan Moral Pancasila, kemudian berobah lagi dengan nama
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn). Berdasarkan kurikulum 2004
bernama Kewarganegaraan, kemudian revisi kurikulum 2004 menjadi kurikulum KBK
2006 menjadi Pendidikan Kewarganegaraan (PKn). Perkembangan tersebut mulai era
Orde Baru ke Era Reformasi pada tingkat persekolahan.
Pada Tingkat universitas mata
kuliah Pendidikan kewarganegaraan mengalami perubahan yang cukup berarti, yaitu
berawal dari dua mata kuliah yang digabungkan, Pendidikan Pancasila dan
Pendidikan Kewarganegaraan. Pendidikan Pancasila adalah perubahan dari Filsafat
Pancasila, sedangkan Pendidikan Kewarganegaraan merupakan perubahan dari mata
kuliah Kewiraan. Mata kuliah Kewiraan merupakan mata kuliah yang dibina oleh
Departemen Pertahanan Nasional dengan secara disiplin dosennya di latih dalam
latihan Suscados Dephankam yang menjadi prasyarat untuk mengajar perkuliahan
tersebut.
Setelah keluarnya UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan nasional, maka hanya ada satu mata kuliah sebagai pemgabungan dari Pendidikan Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan menjadi Pendidikan Kewarganegaraan. Silabusnya telah disusun oleh Dikti tahun 2006 dengan jumlah SKS 3.
Sesuai dengan perkembangan dalam dunia pendidikan yang berlaku dalam masyarakat dan negara maka Pendidikan Kewarganegaraan harus memiliki kompetensi sebagai berikut:
Dimensi pengetahuan kewarganegaraan (civics knowledge) yang mencakup bidang politik, hukum dan moral. Secara lebih terperinci, materi pengetahuan kewarganegaraan meliputi pengetahuan tentang prinsip-prinsip dan proses demokrasi, lembaga pemerintah dan non pemerintah, identitas nasional, pemerintahan berdasar hukum (rule of law) dan peradilan yang bebas dan tidak memihak, konstitusi, sejarah nasional, hak dan kewajiban warga negara, hak asasi manusia, hak sipil, dan hak politik.
Dimensi keterampilan kewarganegaraan (civics skills) meliputi keterampilan partisipasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, misalnya: berperan serta aktif mewujudkan masyarakat madani (civil society), keterampilan mempengaruhi dan monitoring jalannya pemerintahan, dan proses pengambilan keputusan politik, keterampilan memecahkan masalah-masalah sosial, keterampilan mengadakan koalisi, kerja sama, dan mengelola konflik.
Dimensi nilai-nilai kewarganegaraan (civics values) mencakup antara lain percaya diri, komitmen, penguasaan atas nilai religius, norma dan moral luhur, nilai keadilan, demokratis, toleransi, kebebasan individual, kebebasan berbicara, kebebasan pers, kebebasan berserikat dan berkumpul, dan perlindungan terhadap minoritas.
Pendidikan Kewarganegaraan memfokuskan pada pembentukan warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warganegara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. Oleh karenanya ruang lingkup mata pelajaran PKn meliputi aspek-aspek sebagai berikut:
Persatuan dan Kesatuan bangsa, meliputi: Hidup rukun dalam perbedaan, Cinta lingkungan, Kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, Sumpah Pemuda, Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, Partisipasi dalam pembelaan negara, Sikap positif terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia, Keterbukaan dan jaminan keadilan
Norma, hukum dan peraturan, meliputi: Tertib dalam kehidupan keluarga, Tata tertib di sekolah, Norma yang berlaku di masyarakat, Peraturan-peraturan daerah, Norma-norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, Sistim hukum dan peradilan nasional, Hukum dan peradilan internasional
Hak asasi manusia, meliputi: Hak dan kewajiban anak, Hak dan kewajiban anggota masyarakat, Instrumen nasional dan internasional HAM, Pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM
Kebutuhan warga negara, meliputi: Hidup gotong royong, Harga diri sebagai warga masyarakat, Kebebasan berorganisasi, Kemerdekaan mengeluarkan pendapat, Menghargai keputusan bersama, Prestasi diri , Persamaan kedudukan warga Negara.
Setelah keluarnya UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan nasional, maka hanya ada satu mata kuliah sebagai pemgabungan dari Pendidikan Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan menjadi Pendidikan Kewarganegaraan. Silabusnya telah disusun oleh Dikti tahun 2006 dengan jumlah SKS 3.
Sesuai dengan perkembangan dalam dunia pendidikan yang berlaku dalam masyarakat dan negara maka Pendidikan Kewarganegaraan harus memiliki kompetensi sebagai berikut:
Dimensi pengetahuan kewarganegaraan (civics knowledge) yang mencakup bidang politik, hukum dan moral. Secara lebih terperinci, materi pengetahuan kewarganegaraan meliputi pengetahuan tentang prinsip-prinsip dan proses demokrasi, lembaga pemerintah dan non pemerintah, identitas nasional, pemerintahan berdasar hukum (rule of law) dan peradilan yang bebas dan tidak memihak, konstitusi, sejarah nasional, hak dan kewajiban warga negara, hak asasi manusia, hak sipil, dan hak politik.
Dimensi keterampilan kewarganegaraan (civics skills) meliputi keterampilan partisipasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, misalnya: berperan serta aktif mewujudkan masyarakat madani (civil society), keterampilan mempengaruhi dan monitoring jalannya pemerintahan, dan proses pengambilan keputusan politik, keterampilan memecahkan masalah-masalah sosial, keterampilan mengadakan koalisi, kerja sama, dan mengelola konflik.
Dimensi nilai-nilai kewarganegaraan (civics values) mencakup antara lain percaya diri, komitmen, penguasaan atas nilai religius, norma dan moral luhur, nilai keadilan, demokratis, toleransi, kebebasan individual, kebebasan berbicara, kebebasan pers, kebebasan berserikat dan berkumpul, dan perlindungan terhadap minoritas.
Pendidikan Kewarganegaraan memfokuskan pada pembentukan warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warganegara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. Oleh karenanya ruang lingkup mata pelajaran PKn meliputi aspek-aspek sebagai berikut:
Persatuan dan Kesatuan bangsa, meliputi: Hidup rukun dalam perbedaan, Cinta lingkungan, Kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, Sumpah Pemuda, Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, Partisipasi dalam pembelaan negara, Sikap positif terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia, Keterbukaan dan jaminan keadilan
Norma, hukum dan peraturan, meliputi: Tertib dalam kehidupan keluarga, Tata tertib di sekolah, Norma yang berlaku di masyarakat, Peraturan-peraturan daerah, Norma-norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, Sistim hukum dan peradilan nasional, Hukum dan peradilan internasional
Hak asasi manusia, meliputi: Hak dan kewajiban anak, Hak dan kewajiban anggota masyarakat, Instrumen nasional dan internasional HAM, Pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM
Kebutuhan warga negara, meliputi: Hidup gotong royong, Harga diri sebagai warga masyarakat, Kebebasan berorganisasi, Kemerdekaan mengeluarkan pendapat, Menghargai keputusan bersama, Prestasi diri , Persamaan kedudukan warga Negara.
Konstitusi Negara, meliputi:
Proklamasi kemerdekaan dan konstitusi yang pertama, Konstitusi-konstitusi yang
pernah digunakan di Indonesia, Hubungan dasar negara dengan konstitusi
Kekuasan dan Politik, meliputi: Pemerintahan desa dan kecamatan, Pemerintahan daerah dan otonomi, Pemerintah pusat, Demokrasi dan sistem politik, Budaya politik, Budaya demokrasi menuju masyarakat madani, Sistem pemerintahan, Pers dalam masyarakat demokrasi
Pancasila meliputi: kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara, Proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara, Pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, Pancasila sebagai ideologi terbuka
Globalisasi meliputi: Globalisasi di lingkungannya, Politik luar negeri Indonesia di era globalisasi, Dampak globalisasi, Hubungan internasional dan organisasi internasional, dan Mengevaluasi globalisasi.
Kekuasan dan Politik, meliputi: Pemerintahan desa dan kecamatan, Pemerintahan daerah dan otonomi, Pemerintah pusat, Demokrasi dan sistem politik, Budaya politik, Budaya demokrasi menuju masyarakat madani, Sistem pemerintahan, Pers dalam masyarakat demokrasi
Pancasila meliputi: kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara, Proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara, Pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, Pancasila sebagai ideologi terbuka
Globalisasi meliputi: Globalisasi di lingkungannya, Politik luar negeri Indonesia di era globalisasi, Dampak globalisasi, Hubungan internasional dan organisasi internasional, dan Mengevaluasi globalisasi.
EMPAT PILAR KEBANGSAAN INDONESA
Empat pilar
kebangsaan, tema yang akhir-akhir ini menjadi pembicaraan hangat dalam diskusi.
Empat pilar semakin mendominasi dengan semakin derasnya gelombang modernisasi
yang semakin mereduksi semangat nasionalisme bangsa Indonesia dalam fantasi
labirin demokrasi yang menurut saya masih banyak konflik vertikal maupun
horizontal dalam masyarakat.
Terlebih dahulu
kita mulai dari mengenal kata “Pilar”, pilar adalah tiang penguat/penyangga,
selanjutnya saya menghubungkan dengan empat pilar kebangsaan, artinya ada empat
tiang penguat / penyangga yang sama sama kuat, untuk menjaga keutuhan
berkehidup kebangsaan Indonesia. Dapat saya simpulkan bahwa 4 pilar kebangsaan
adalah 4 penyangga yang menjadi panutan dalam keutuhan bangsa indonesia yaitu
Pancasila, Undang-Undang Dasar, Bhineka Tunggal Ika, NKRI. Empat pilar
kebangsaan yang dikampanyekan untuk menumbuhkan kembali kesadaran cinta tanah
air untuk seluruh rakyat Indonesia. Dalam perjalanannya 4 pilar kebangsaan yang
merupakan mantra ajaib dalam membina persatuan belum di jelaskan bagaimana
sampai ia menjadi begitu ampuh sebagai jurus tanpa data fakta sejarah dan
perjalanannya.
Namun jika
mantra ini dihadapkan kembali pada Preambule UUD’45 maka akan kita temui suatu
rangkaian peristiwa sejarah sehingga membentuk tahapan filosofis NKRI.
Memaknai 4 alinea dalam Preambule
UUD’45, ini merupakan rangkuman sejarah Bangsa Indonesia, Sumpah Pemuda 1928,
hingga dibentuknya NKRI melalui pengesahan konstitusi UUD’45 pada 18 Agustus
1945.
- Alinea pertama mengutarakan tentang sikap Bangsa Indonesia yang tidak mau dijajah dan tidak akan pernah menjajah dalam bentuk apapun, kemerdekaan ialah hak segala bangsa, hal ini menjelaskan bahwa setiap Bangsa memiliki harkat dan martabat hidup yang setara. Tersirat alinea pertama menceritakan komitmen “Bhineka Tunggal Ika”. Komitmen untuk bersatu menjadi sebuah cita-cita untuk Mengangkat Harkat dan martabat agar sejajar dengan bangsa lain di dunia.
- Alinea kedua menceritakan proses perjuangan dan pergerakan telah sampai pada saat yang berbahagia hingga mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan. secara tersirat menceritakan peristiwa 1 juni 1945 dimana Bangsa Indonesia Menetapkan Pancasila sebagai Dasar Indonesia.
- Alinea ketiga, atas berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa dan dengan didorong oleh keinginan luhur, untuk mengangkat harkat dan martabat Indonesia pun menyatakan kemerdekaan.Ini sangat jelas menceritakan peristiwa Proklamasi 17 Agustus 1945.
- Alinea keempat menceritakan peristiwa setelah Bangsa Indonesia merdeka yaitu didirikannya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berkedaulatan rakyat berdasarkan pancasila dan diatur dalam suatu Undang-undang Dasar, dengan sangat jelas menceritakan peristiwa Pengesahan UUD’45 dan Penetapan Ir. Sukarno dan Drs. Moh. Hatta sebagai Presiden RI dan Wakil Presiden RI oleh PPKI pada 18 Agustus 1945. Rumusan tersebut membentuk kerangka filosofis NKRI yaitu ; Sumpah Pemuda sebagai komitmen Bhineka Tunggal Ika, Pancasila Dasar Indonesia Merdeka, Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia dan UUD’45.
Ke-4 Pilar ini
merupakan kandungan dari 4 peristiwa yaitu ; Peristiwa Sumpah Pemuda 28 Oktober
1928, Penetapan Pancasila pada 1 Juni 1945, Proklamasi 17 Agustus 1945, dan
pengesahan UUD’45 pada 18 Agustus 1945, inilah kronologi terbentuknya NKRI.
- Cara menjaga Empat Pilar Kebangsaan
Ada empat pendekatan untuk
menjaga empat pilar kebangsaan yang terdiri dari Pancasila, UUD 1945, Bhinneka
Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Keempat pendekatan tersebut yaitu pendekatan kultural, edukatif, hukum, dan
struktural, dibutuhkan karena saat ini pemahaman generasi muda terhadap 4 pilar
kebangsaan menipis.
- Pendekatan kultural adalah dengan memperkenalkan lebih mendalam tentang budaya dan kearifan lokal kepada generasi muda. Hal ini dibutuhkan agar pembangunan oleh generasi muda di masa depan tetap mengedepankan norma dan budaya bangsa. Pembangunan yang tepat, harus memperhatikan potensi dan kekayaan budaya suatu daerah tanpa menghilangkan adat istiadat yang berlaku. Generasi muda saat ini adalah calon pemimpin bangsa, harus paham norma dan budaya leluhurnya. Sehingga di masa depan tidak hanya asal membangun infrasturktur modern, tetapi juga menyejahterakan masyarakat
- Pendekatan edukatif perlu karena saat ini sangat marak aksi kriminal yang dilakukan generasi muda, seperti tawuran, pencurian, bahkan pembunuhan. Kebanyakan aksi tersebut terjadi saat remaja berada di luar sekolah maupun di luar rumah. Oleh sebab itu perlu ada pendidikan di antara kedua lembaga ini. Di rumah kelakuannya baik, di sekolah juga baik. Namun ketika di antara dua tempat tersebut, kadang remaja berbuat hal negatif. Ini yang sangat disayangkan. Orangtua harus mencarikan wadah yang tepat bagi anaknya untuk memaknai empat pilar kebangsaan semisal lewat kegiatan di Pramuka.
- Pendekatan hukum adalah segala tindakan kekerasan dalam bentuk apapun harus ditindak dengan tegas, termasuk aksi tawuran remaja yang terjadi belakangan. Norma hukum harus ditegakkan agar berfungsi secara efektif sehingga menimbulkan efek jera bagi pelaku kriminal sekaligus menjadi pelajaran bagi orang lain.
- Pendekatan yang terakhir adalah pendekatan struktural. Keempat pilar ini perlu terus diingatkan oleh pejabat di seluruh tingkat. Mulai dari Ketua Rukun Tetangga, Rukun Warga, kepala desa, camat, lurah sampai bupati/wali kota hingga gubernur.
Salah satu solusi menjawab krisis
moral yang terjadi di Indonesia adalah melalui penguatan pendidikan
kewarganegaraan. Pendidikan ini memperkokoh karakter bangsa dimana warga negara
dituntut lebih mandiri, tanggung jawab, dan mampu menghadapi era globalisasi
melalui transmisi empat pilar.
Fungsi Pancasila adalah sebagai petunjuk aktivitas hidup di segala bidang
yang dilakukan warga negara Indonesia. Kelakuan tersebut harus berlandaskan
sila-sila yang terdapat di Pancasila.
Sedangkan UUD 1945 merupakan
konstitusi negara yang mengatur kewenangan tugas dan hubungan antar lembaga
negara. Hal ini menjiwai Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merupakan
sadar segenap warga bangsa untuk mempersatukan wilayah nusantara. Semboyan
Bhinneka Tunggal Ika melengkapi ketiga hal tersebut karena mengakui realitas bangsa
Indonesia yang majemuk namun selalu mencita-citakan persatuan dan kesatuan.
PENUTUPAN
KESIMPULAN
Dari penjelasan diatas dapat diambil kesimpulan
akan pentingnya suatu pendidikan berbangsa dan bernegara agar terciptanya
keseibangan antara hak dan kewajiban bagi setiap warga negra dalam menjalankan
kehidupan berbangsa dan bernegara.
Setelah
kita pelajari bahwa kewarganegaraan merupakan hal penting yang harus diketahui
oleh setiap warga negara. Ini dikarenakan bahwa dengan pemahaman kewarganegaraan yang baik maka kehidupan
berbangsa dan bernegara akan menjadi tentram dan jelas. Dan kita sebagai warga
negara yang bertanggung jawab terhadap masyarakat, bangsa dan negara hendaknya
kita berusaha untuk meningkatkan pengamalan prinsip serta nilai-nilai luhur
bangsa terutama memahami manusia yang pada dasarnya memiliki harkat dan
martabat yang sama sebagai mahluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, agar tercipta suatu
keadilan dalam kehidupan bernegara
KRITIK DAN
SARAN
Demikian makalah yang saya buat, semoga dapat
bermanfaat bagi pembaca. Apabila ada saran dan kritik yang ingin di sampaikan,
silahkan sampaikan kepada saya.
Apabila ada terdapat kesalahan
mohon dapat mema'afkan dan memakluminya, karena saya adalah hamba Allah yang tak luput dari
salah khilaf, Alfa dan lupa.
Terima Kasih
Wabillah Taufik Walhidayah
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
Wabillah Taufik Walhidayah
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, H. Abu, dkk. 1994.Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan,Solo:TigaSerangkai.
Arifin Firmansyah., dkk. 2005.Pendidikan Kewarganegaraan Edisi Revisi.
Jakarta: Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KPHN).
Bkg for education. 2006.Pendidikan Kewarganegaraan untuk Perguruan Tinggi. Jakarta:Erlangga. Budiyanto.2003.Dasar-Dasar
Ilmu Tata Negara. Jakarta: Erlangga.
C.S.T. Kansil. 2005.Sistem
Pemerintahan Indonesia edisi revisi.
Jakarata: BumiAksara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar